BANDA ACEH – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki, mengajak seluruh elemen masyarakat di Aceh untuk menghapus ego sektoral, karena pembangun di Aceh hanya bisa dilakukan secara bersama-sama.
Hal tersebut disampaikan Pj Gubernur Aceh, dalam sambutannya pada acara peringatan Hari Damai Aceh ke-17 tahun 2022, yang dipusatkan di Taman Ratu Safiatuddin, Senin (15/8/2022).
“Pembangunan Aceh yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat, hanya bisa diwujudkan jika dilakukan secara bersama-sama. Oleh karena itu, mari kita hapus ego sektoral dan secara bersama-sama bekerja demi mewujudkan pembangunan Aceh yang berimbas positif bagi masyarakat,” ujar Pj Gubernur.
“Ada stigma yang menyebutkan bahwa Aceh tidak aman, padahal bersama kita ketahui bahwa Aceh adalah daerah yang aman. Mari kita hapus stigma itu, agar masyarakat luar mengetahui bahwa Aceh adalah daerah yang aman untuk dikunjungi,” imbuh Achmad Marzuki.
Senada dengan Pj Gubernur Aceh, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raja Juli Antoni, dalam sambutannya juga mengajak semua pihak untuk bersinergi bersama dalam membangun Aceh.
“Saya sepakat dengan Pj Gubernur Aceh, mari kita bangun Aceh secara bersama, menghapus sekat ego sektoral. Hanya dengan gerak bersama, maka pembangunan yang kita selenggarakan dalam upaya menghadirkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud,” ujar Raja Juli Antoni.
“Selamat memperingati Hari Damai Aceh, semoga perdamaian di Aceh abadi dan Aceh mampu hadir sebagai suatu daerah yang maju dan masyarakatnya sejahtera,” imbuh Raja Juli.
Sementara itu, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Muzakir Manaf, dalam sambutannya mengajak seluruh putra-putri Aceh yang masih berada di luar Aceh, untuk kembali ke Aceh dan bersama membangun Aceh.
“Saya mengajak kepada putra-putri Aceh yang masih berada di luar Aceh, mari pulang ke Aceh. Berikan sumbangsih terbaik untuk membangun Aceh bersama,” imbau pria yang akrab disapa Mualem itu.
Sementara itu, Paduka Yang Mulia (PYM) Malik Mahmud Al-Haytar, dalam sambutannya berpesan agar seluruh jajaran di Pemerintah Aceh dapat menjalankan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan. Serta selalu mengimplementasikan butir-butir MoU Helsinki
“Perdamaian Aceh bukanlah akhir dari perjuangan tapi awal dari peralihan perjuangan. Dari perjuangan bersenjata kepada perjuangan diplomasi dan perjuangan politik,” kata Wali Nanggroe.
Malik Mahmud menegaskan, bahwa damai belum dirasa cukup jika kehidupan ekonomi Aceh masih bergantung pada APBN dan APBA.
“Oleh karena itu, sangat penting melibatkan masyarakat dunia usaha di luar Aceh, agar lapangan kerja terbuka secara luas yang akan berimbas positif bagi pembangunan dan upaya menurunkan angka kemiskinan di Bumi Serambi Mekah,” imbuh Wali Nanggroe.
Wali Nanggroe meyakini, dengan niat yang tulus, ikhlas dan dukungan yang kuat dari semua pihak, serta mengesampingkan ego sektoral serta menghindarkan diri dari perilaku korup, maka Aceh akan bangkit menjadi daerah yang aman, maju dan makmur.
Dalam sambutannya, Wali Nanggroe mengungkapkan, perdamaian Aceh telah dirangkai oleh Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid, di Jenewa Swiss dan dilanjutkan oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, di Helsinki Finlandia.
“Saya berharap, di masa Pemerintahan Presiden RI ke-7 Bapak Joko Widodo, seluruh butir MoU Helsinki serta sejumlah permasalahan Aceh lainnya dapat segera dituntaskan dan diimplementasikan,” kata Wali Nanggroe. []