DPP Muda Seudang Aceh Minta RI dan GAM Jaga Perdamaian Tak Lagi Ulangi Konflik - NOA.co.id
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3737086233511293
   

Home / News

Senin, 15 Agustus 2022 - 15:47 WIB

DPP Muda Seudang Aceh Minta RI dan GAM Jaga Perdamaian Tak Lagi Ulangi Konflik

REDAKSI

NOA | Banda Aceh – Memperingati Hari Damai Aceh ke 17 Kamis (15/8/2022). Seperti diketahui, setelah berkonflik selama 30 tahun, Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) akhirnya menandatangani nota kesepahaman yang dikenal dengan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 silam.

Terdapat berbagai poin dalam kesepatakan damai yang wajib dihormati oleh kedua belah pihak, yang telah tertuang kedalam Undang Undang no 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Dari konflik panjang yang merenggut nyawa sampai ribuan korban jiwa, dibutuhkan kebesaran hati untuk bisa membangun rasa saling percaya, ikhlas, dan kemampuan memahami karakter. Rasa saling percaya inilah yang dinilai harus terus dijaga.

DPP Muda Seudang Aceh melalui Ketua Umum nya Agam Nur Muhajir, S.IP mengatakan, MoU Helsinki merupakan komitmen damai dari kedua belah pihak. Dalam kesepakatan damai itu, Pemerintah Indonesia maupun GAM diminta menjaga komitmen antar kedua belah pihak agar tidak mengulangi konflik.

Agam mengatakan masih sangat banyak poin poin MoU Helsinki yang belum terealisasikan , Damai hari ini masih sangat jauh seperti apa yang di harapkan oleh masyarakat Aceh . Ketua DPP Muda Seudang itu menegaskan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses Perdamaian Aceh untuk tidak lepas tangan dengan kondisi Aceh hari ini. Muda Seudang mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk terus mengawal kekhususan dan kepentingan Aceh sehingga terwujudnya seluruh poin poin Mou Helsinki.

Baca Juga :  Kejati Aceh Serahkan 1.788 Sertifikat Tanah Wakaf

Ketua Umum DPP Muda Seudang Sayap Partai Aceh juga menyikapi sikap Apa Karya selaku salah satu petinggi GAM masa lalu memberikan izin pengibaran bendera merah putih di gunung halimon, kita memang tidak menolak pengibaran Bendera Merah Putih yang akan dikibarkan di Gunung Halimon tetapi yang harus disadari Gunung Halimon Pidie punya sejarah sendiri bagi Aceh, Gunung Halimon itu tempat pertama berdirinya Universitas of Aceh yang ingin membebaskan diri dari ketidakadilan kala itu untuk menuju Aceh yang berdaulat. Jikapun ingin dikibarkan maka seharusnya Bulan Bintang harus berbarengan dengan Bendera Merah Putih seperti amanah MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Pengibaran Bendera Merah Putih harus setara dengan Bendera Aceh (Bulan Bintang) , dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh sudah diatur bendera Bulan Bintang tidak boleh lebih tinggi daripada Bendera Merah Putih.Terang Agam selaku alumni UIN Ar-Raniry.

Mulia A. Wahab, S.T., sebagai Ketua Harian DPP Muda Seudang ikut juga mengkritik tindakan Apa Karya tersebut, seharus Apa Karya bernegoisiasi agar pengibaran bendera merah putih harus berbarengan dengan pengibaran bendera bulan bintang demi martabat ureung Aceh, kita sudah paham bahwa bendera Aceh yang ada di dalam qanun a quo bukan lagi simbol kedaulatan tetapi simbol self government dalam kerangka NKRI, Ujar alumni Universitas Syiah Kuala.

Baca Juga :  Libur & Cuti Bersama Idul Adha, BSI Tetap Berikan Layanan di 609 Cabang

Semestinya bendera bulan bintang sudah layak di kibarkan, mengingat damai yang terjadi ini adalah kemauan kedua belah pihak antar GAM dan Pemerintah Indonesia. Namun kita melihat sampai hari ini bendera bulan bintang belum bisa di kibarkan di tiang-tiang sebagaimana bendera merah putih. Melihat bendera merah putih ingin di kibarkan di gunung halimon tidak di barengin oleh bendera bulan bintang ini mencederai perjuangan yang dimana gunung halimun adalah tempat bersejarah bagi Aceh dan pergerakan Aceh Merdeka yang di deklarasi Oleh Alm. PYM Wali Nanggroe aceh. Apa Karya selaku mantan Menteri Pertahanan Aceh. Ujar alumni Universitas Syiah Kuala.

Muhammad Ridwansyah M.H. selaku Kepala Departemen Hukum dan Politik DPP Muda Seudang juga menyampaikan frasa bendera Aceh yang disetujui dan dijadikan klausul dalam MoU Helsinki dan norma positif dalam UUPA merupakan untuk penyelesaian konflik Aceh dan sekaligus sebagai resolusi konflik untuk rakyat Aceh. Bendera Aceh (Bulan Bintang) diharapkan mampu memberikan simbol keistimewaan dan kekhususan bagi Aceh, bendera bulan bintang harus diselesaikan dalam masa kepemimpinan Presiden Jokowi karena sudah berlarut-larut sejak 2013.

Baca Juga :  Pj Gubernur Harapkan Dukungan PB FASI Sukseskan PON 2024 di Aceh

Kita harus pahami bersama kenapa kita ikut duduk membahas bersama teks-teks perjanjian MoU Helsinki karena kita ingin mengakhiri damai dan menjunjung humandignity nya rakyat Aceh.

Kami sangat berharap Pemerintah Indonesia mau merevisi Pasal 6 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah berserta penjelasannya. Dalam penjelasannya “Yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam ketentuan ini misalnya logo dan bendera bulan sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Aceh, logo burung mambruk dan bintang kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Papua, serta bendera benang raja yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Maluku.” Frasa separtis sudah tidak ada lagi di Aceh pasca ditandatangani nota kesepahaman antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, Ungkap alumni Universitas Gadjah Mada ini. []

Share :

Baca Juga

News

Soal Rencana Luhut Audit Perusahaan Sawit, SPKS Minta Jangan Nanggung

News

Kajati Aceh Terima Penghargaan IHO

News

Kapal Perang Rusia Tenggelam, Ukraina Klaim karena Serangan Rudal

News

Dorong Percepatan Vaksinasi, Kadisdik Aceh : Bapak/Ibu Guru Tulang dan Kulit Saya di Daerah

News

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson Masuk Blacklist Rusia

News

PLN Operasikan Looping SUTT 150 kV Lombok Senilai Rp1,7 Triliun

News

Kelangkaan Set Top Box untuk Siaran TV Digital Bisa Saja Terjadi

News

FORDASI Menuju Persatuan dan Kesejahteraan Bangsa

You cannot copy content of this page

error: Content is protected !!