WALHI Aceh : Sekda Subulussalam Jangan Jadi Jubir PT Sawit Panen Terus - NOA.co.id
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3737086233511293
   

Home / Daerah / Hukrim

Senin, 1 Juli 2024 - 16:49 WIB

WALHI Aceh : Sekda Subulussalam Jangan Jadi Jubir PT Sawit Panen Terus

REDAKSI

FOTO : NOA.co.id/HO/Walhi Aceh

FOTO : NOA.co.id/HO/Walhi Aceh

Subulussalam – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Subulussalam, Sairun tidak asbun (asal bunyi) menyikapi kasus pencemaran lingkungan dampak pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Sawit Panen Terus (SPT), Senin.

“Bahkan orang nomor dua di daerah dengan julukan Kota 1001 Air Terjun itu seperti Juru Bicara (Jubir) perusahaan dan menyembunyikan beberapa fakta. Pernyataannya sangat membela perusahaan, padahal PT SPT tersebut belum memiliki dokumen perizinan apapun. Sehingga perusahaan tersebut belum berhak melakukan aktivitas, termasuk land clearing, kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Kepada Kantor Berita NOA.co.id, Senin, 1 Juli 2024.

FOTO : NOA.co.id/HO/Walhi Aceh

Sambungnya, Berdasarkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha Nomor: 30052410211175002 milik SPT yang WALHI Aceh peroleh, luasnya mencapai 12.750.331,45 Meter Persegi atau setara dengan 1.275,3 hektar yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024. Sementara aktivitas land clearing sudah berlangsung sekitar satu tahun lebih, padahal belum ada dokumen izin apapun.

“Dari analisis spasial WALHI Aceh berdasarkan titik koordinat yang tertera di dokumen tersebut menemukan aktivitas land clearing sudah berlangsung sejak Maret 2023 lalu. Saat itu kondisinya belum terlalu parah, hanya terdapat di beberapa titik saja. Selanjutnya pembukaan lahan semakin masif di lokasi titik koordinat dalam dokumen tersebut hingga akhir 2023 lalu,” Ujarnya.

Baca Juga :  Petani Sawit Apresiasi Kebijakan Presiden Cabut Larangan Ekspor CPO

Masih berdasarkan pantauan citra angkasa kondisinya semakin parah dan masif terjadi bukaan tutupan hutan memasuki 2024, yaitu sejak Januari hingga April. Luas yang sudah terbuka sudah mencapai lebih kurang 1.706 hektar lebih. Sehingga WALHI Aceh menduga itu juga menjadi faktor penyebab terjadinya pencemaran air di beberapa sungai di Kecamatan Daulat, Kota Subulussalam.

FOTO : NOA.co.id/HO/Walhi Aceh

Dia mengatakan, jika Dari peta angkasa yang WALHI Aceh pantau, Daerah Aliran Sungai (DAS) Lae Beski yang berada di beberapa desa di Kecamatan Sultan Daulat hulunya langsung berada di lokasi land clearing yang dilakukan oleh PT SPT. Lalu dari DAS tersebut mengalir ke beberapa alur lainnya hingga ke sungai di Desa Singgersing yang sempat viral beberapa waktu lalu.

“Celakanya lagi, aktivitas yang dilakukan oleh PT SPT sudah hampir satu tahun itu tidak memiliki dokumen izin apapun. Sementara SHM (Surat Hak Milik) yang dibeli oleh perusahaan sebagaimana disampaikan oleh Sekda, bukan izin untuk membuka perkebunan sawit. Tetapi itu hanya menjadi dokumen awal untuk mendapatkan pengurusan izin lainnya agar sebuah perusahaan dapat beraktivitas lebih lanjut,” Pungkasnya.

Parahnya lagi, dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha yang WALHI Aceh peroleh baru diterbitkan dan dicetak pada 30 Mei 2024 atas nama Wali Kota Subulussalam Kepala DPMPTSP Kota Subulussalam yang ditandatangani secara elektronik. Ini semakin jelas menunjukkan, mereka (SPT) melakukan aktivitas selama ini tidak mengantongi izin apapun dan dapat disimpulkan beroperasi secara ilegal.

Baca Juga :  Polisi Berhasil Tangkap Pelaku Narkoba dan Pencurian

“Jadi Sekda itu jangan asbun, jangan jadi Humas perusahaan dan cek dulu regulasinya dalam membuka perkebunan sawit,” katanya.

FOTO : NOA.co.id/HO/Walhi Aceh

WALHI Aceh meminta pemangku kepentingan di Kota Subulussalam tidak mengaburkan informasi dan menyampaikan pernyataan yang menyesatkan publik. Dari dokumen WALHI Aceh peroleh, sudah jelas mereka (PT SPT) baru mendapatkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha.

“Ini bukan izin, baru sebatas melihat kesesuaian ruang, atas dasar dokumen itulah perusahaan bisa melanjutkan mengurus seluruh perizinan lainnya,” Tegasnya.

Suatu perusahaan perkebunan sawit, setelah mendapatkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha, tidak serta merta bisa langsung dapat beroperasi, termasuk melakukan land clearing.

“Tetapi ada beberapa tahapan lain yang harus dilengkapi, terlebih dalam dokumen tersebut disebutkan jenis usaha merupakan Skala Usaha Besar,” Imbuhnya.

Bisa beroperasi suatu perusahaan sawit, terlebih Skala Usaha Besar harus melalui beberapa proses tahanan perizinan. Yaitu Izin Usaha Perkebunan dan Budidaya (IUP-B), Izin Lingkungan yang didalamnya harus adanya Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) harus disetujui oleh pemerintah.

Baca Juga :  Kakankemenag Aceh Barat: ASN Jangan Melanggar Etika di Minggu Tenang Pemilu 2024

Jika lahan yang akan digunakan adalah lahan berhutan, perusahaan perlu juga mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk penebangan pohon.

Setelah semua dokumen tersebut dipenuhi, baru kemudian sebuah perusahaan sawit mengajukan Hak Guna Usaha (HGU) untuk penggunaan lahan selama periode tertentu. Untuk HGU biasanya diberikan izin penggunaannya minimum 25 tahun dan maksimum 35 tahun. Setelah itu HGU dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah.

“Bila belum ada semua dokumen tersebut, perusahaan sawit tidak boleh melakukan land clearing, kalau ada yang melakukan, berarti itu ilegal,” tegasnya.

Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta Pemerintah Kota Subulussalam tidak melindungi perusahaan yang tidak taat regulasi. Jangan sampai justru pengambilan kebijakan sendiri yang melanggengkan perusahaan tanpa izin merambah hutan untuk usaha jenis apapun. Karena ini dapat berdampak serius terhadap lingkungan hidup.

Sebelumnya, WALHI Aceh sudah meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas kasus pencemaran lingkungan ini. Sehingga bisa efek jera bagi perusahaan lain yang beroperasi secara ilegal. Karena dampaknya tidak hanya terjadi pencemaran lingkungan, penggundulan hutan, juga telah mengakibatkan kerugian negara dan lingkungan hidup serta masyarakat adat dan warga setempat.

Editor: Amiruddin. MK

Share :

Baca Juga

Aceh Timur

Popda Aceh Timur, Para Pedagang Kuliner Raup Untung

Daerah

Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW, Polda Aceh Dapuk Alhabib Muhammad Bagir Sebagai Penceramah

Hukrim

Polres Nagan Raya Kembali Tangkap 2 Mahasiswa Terkait Kasus Narkoba 

Daerah

Di Sigli, Anak Pemilik Rumah Meninggal Tersengat Listrik Saat Bantu Padamkan Api

Daerah

HIMAPAS Dukung Penunjukan Desra sebagai ketua DPRK Aceh Singkil oleh DPP Nasdem

Hukrim

Satresnarkoba Polresta Banda Aceh Berhasil Mengamankan 8 Penyalahguna Narkotika

Daerah

Kejati Aceh Laksanakan Program Jaksa Masuk Dayah

Daerah

Perjuangan Srikandi Aceh Besar Mewujudkan Mimpi

You cannot copy content of this page

error: Content is protected !!