Oleh: Muhammad Mairiska Putra, SST
Tokoh Muda Aceh Barat Daya
Tulisan ini adalah sebuah analisa yang saya coba utarakan untuk membuka cakrawala terkait isu yang representatif setiap warga negara dalam rangka menyambut Pemilu Serentak 2024.
Otoritas yang dimiliki Kemendagri tentu mempertimbangkan dengan pertimbangan yang kompleks untuk keberlanjutan pemerintahan di masa transisi.
Sesuai Permendagri pengusulan tersebut tidak final oleh 3 usulan DPRK melainkan ada 3 nama lanjutan dari pihak Kemendagri.
Hampir seluruh kabupaten/kota di Aceh terpilih merupakan dari usulan DPRK setempat. Hanya di Kabupaten Pidie Kemendagri dalam hal ini mengambil sikap tersendiri tentu berdasarkan pertimbangan khusus atas dinamika yang terjadi kurun waktu 5 tahun ke belakang.
Adanya pertimbangan khusus mungkin sebab seperti yang diketahui khalayak umum terhadap kejadian yang menggemparkan rakyat Indonesia yang terjadi di Kabupaten Pidie beberapa waktu lalu.
Lalu bagaimana dengan Abdya?
Ada beberapa parameter yang saya kira pasti menjadi bahan pertimbangan oleh Kemendagri yang berusaha dikupas beberapa diantaranya dengan lugas.
Pertama kita bisa melihat bahwa tidak ada tragedi yang sangat menggemparkan terjadi di Abdya 5 tahun belakang ini. Menurut saya tidak pernah terdengar kejadian konflik antar kelompok atau instansi yang mengancam keselamatan bangsa.
Jika kita tinjau dari pola pemerintahan saya kira sudah sangat baik dan relevan yang terbukti dari prestasi WTP yang selalu diperoleh setiap tahunnya.
Bisa jadi isu yang sangat rentan ialah Korupsi baik itu di tubuh pemerintahan periode Akmal Ibrahim/Muslizar yang tentu menjadi pembicaraan khusus mengenai terbukanya informasi yang akuntabel dengan didampingi oleh PJ yang menjabat kelak.
Pertimbangan khusus mengenai korupsi ini sebuah keniscayaan wajib sifatnya untuk menyeleksi calon-calon yang namanya sudah masuk dalam bursa. Trek rekor para calon tak bisa dibohongi baik itu rekam jejak digital maupun kejadian visual yang tak diliput media menjadi acuan khusus oleh tim seleksi.
Apalagi jika ada calon yang sebelumnya pernah diperiksa secara khusus oleh KPK atau lembaga terkait seyogyanya diberi tanda khusus oleh Kemendagri mengingat pemimpin yang bersih adalah yang tidak pernah tersandung dugaan apapun karena inilah waktu yang tepat untuk memulihkan Indonesia dari korupsi dengan memilih PJ Kepala Daerah yang jauh dari korupsi.
Kita coba cek keberpihakan para calon kepada salah satu atau beberapa partai politik tertentu juga menjadi perkiraan khusus apalagi jika ada calon yang pernah menjadi pengurus baik itu sayap partai maupun pengurus lainnya juga menjadi acuan yang sudah pasti patut dipertanyakan integritas dari calon tersebut.
Hal ini Sesuai bunyi UU nomor 5 tahun 2014 Pasal 9 ayat (2) bahwa Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Apabila ada calon yang pernah menduduki jabatan strategis partai tertentu menurut hemat kami ini juga menjadi cek poin merah yang sepatutnya tidak dipilih oleh Kemendagri karena harapan masyarakat adalah terpilihnya PJ Bupati yang berintegritas Patuh terhadap aturan UU yang selama ini menjadi sumpah para PNS.
Dari seluruh permasalahan di atas saya dapat mengambil kesimpulan bahwa Kemendagri dalam hal ini sangatlah bijaksana menanggapi hal tersebut.
Saya sangat yakin Kemendagri menghargai usulan dari DPRK Abdya yang akan dipilih menjadi PJ Bupati Abdya.
Kriterianya jelas dimana Kemendagri akan memilih PJ terbaik yang berintegritas, bersih dari korupsi, tidak pernah menjadi kader partai tertentu karena berlawanan dengan undang-undang.
Dan dari kriteria tersebut sudah terwakilkan dari 3 nama berdasarkan usulan DPRK Abdya.
Jikapun nanti pilihan Kemendagri diluar dari 3 nama usulan DPRK tentulah ada pertimbangan khusus di Abdya dan pastinya orang baik namun lebih baiknya lagi yang sesuai dengan harapan masyarakat Abdya melalui wakilnya di lembaga legislatif.