Sulaiman Manaf Semprot KPU: Syarat MoU Helsinki Tak Berlaku, Kenapa Dulu Wajibkan Semua Calon? - NOA.co.id
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3737086233511293
   

Home / Daerah / Politik

Senin, 23 September 2024 - 11:03 WIB

Sulaiman Manaf Semprot KPU: Syarat MoU Helsinki Tak Berlaku, Kenapa Dulu Wajibkan Semua Calon?

FARID ISMULLAH

Ketua Umum Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf. (Foto : Dok.Pribadi).

Ketua Umum Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf. (Foto : Dok.Pribadi).

Banda Aceh – Ketua Umum Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penandatanganan pernyataan bersedia mengikuti MoU Helsinki dalam Pilkada Aceh, Senin.

“KPU harusnya konsisten. Jika syarat ini tidak berlaku lagi, kenapa dulu semua calon diwajibkan menandatangani pernyataan itu? Mengapa pernyataan ini dikeluarkan setelah Bustami gagal memenuhi syarat administrasi? Ini terkesan KPU bertindak diskriminatif,” Kata Sulaiman, 23 September 2024.

Sambungnya, Kebijakan yang sebelumnya diwajibkan kepada seluruh calon Gubernur, Bupati, dan Walikota, tiba-tiba dinyatakan tidak berlaku oleh KPU dan menimbulkan kontroversi dan tanda tanya.

“Aceh memiliki kekhususan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah di bawah Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006. Pasal 8 ayat 2 UUPA menyebutkan bahwa penyelenggaraan Pilkada di Aceh harus mempertimbangkan nilai-nilai kekhususan yang dijamin dalam perjanjian damai MoU Helsinki,” Ujarnya.

Ia juga menambahkan, jika MoU Helsinki merupakan salah satu landasan penting yang diakui dalam UUPA, jadi mengapa tiba-tiba syaratnya tidak berlaku lagi dalam Pilkada Aceh dan Ini mengabaikan esensi kekhususan Aceh yang diatur oleh hukum negara.

Baca Juga :  Menko Polhukam Ajak Insan Pers Kedepankan Kode Etik Jurnalistik pada Pemberitaan Pilkada Serentak

“Pasal 8 ayat 2 UUPA juga menegaskan bahwa segala bentuk penyelenggaraan pemilu di Aceh harus memperhatikan butir-butir yang disepakati dalam MoU Helsinki,” Pungkasnya.

Oleh karenanya, kebijakan yang dikeluarkan KPU dinilai tidak hanya bertentangan dengan semangat MoU tersebut, tetapi juga menimbulkan kesan bahwa KPU bertindak diskriminatif dengan tidak menyosialisasikan hal ini sejak awal.

“KPU seharusnya mengeluarkan pernyataan ini jauh sebelum seluruh pasangan calon melakukan penandatanganan. Ini menunjukkan ketidakadilan, dan mengurangi kepercayaan publik terhadap independensi lembaga penyelenggara pemilu,” imbuh Sulaiman.

Aceh Memiliki Kekhususan dalam UUPA

Dalam konteks ini, beberapa pasal di UUPA menjadi landasan kuat kritik tersebut. Pasal 1 ayat 1 UUPA menegaskan bahwa Aceh merupakan daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan dalam hal pemerintahan, termasuk dalam hal pelaksanaan pemilu.

Selain itu, Pasal 93 ayat 1 UUPA menyatakan bahwa pemerintah pusat wajib menghormati kekhususan Aceh dalam semua aspek pemerintahan, termasuk pelaksanaan Pilkada.

Baca Juga :  Polresta Banda Aceh Gelar Program Itikaf, Ratusan Personel Dilibatkan

Sulaiman juga menekankan bahwa pernyataan KPU yang terlambat hanya memperkuat dugaan bahwa keputusan ini dibuat setelah adanya ketidakpuasan pihak tertentu terkait pencalonan Bustami yang gagal memenuhi persyaratan administrasi.

“Kebijakan ini seakan digunakan sebagai instrumen politik. Kalau aturan tersebut benar tidak berlaku, kenapa dulu Bustami diminta untuk menandatanganinya? Ini bukan hanya ketidakadilan, tetapi juga bentuk diskriminasi terang-terangan,” ujar Sulaiman.

Transparansi dan Keadilan Diharapkan

Suaiman mendesak KPU untuk bertindak lebih transparan dan tidak mengeluarkan kebijakan yang berpotensi mencederai semangat keadilan dan demokrasi di Aceh.

Menurutnya, KPU harus segera memberikan klarifikasi resmi dan mengambil langkah-langkah yang lebih tegas agar kekhususan Aceh dalam pelaksanaan Pilkada tetap dihormati.

“KPU harus kembali ke prinsip dasar penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis, sesuai dengan UUPA. Aceh memiliki kekhususan yang diatur oleh undang-undang, dan hal ini tidak boleh diabaikan begitu saja,” tutup Sulaiman.

Baca Juga :  Disbudpar Aceh Gandeng PWI Sosialisasi dan Promosi PKA VIII

Kritikan dari Sulaiman Manaf tersebut semakin mempertegas bahwa kebijakan KPU yang bersifat tiba-tiba tanpa ada sosialisasi yang jelas sebelumnya, sangat merugikan calon-calon yang telah mengikuti seluruh proses tahapan Pilkada.

Situasi ini dianggap berpotensi menciptakan ketidakstabilan politik di Aceh, di mana masyarakat berharap agar aturan-aturan yang dijalankan tetap selaras dengan kekhususan yang dimiliki Aceh di bawah UUPA.

Referensi Pasal UUPA:

– Pasal 1 ayat 1 UUPA*: Menegaskan kekhususan Aceh dalam tata kelola pemerintahan dan pelaksanaan pemilihan.

– Pasal 8 ayat 2 UUPA*: Mengatur bahwa penyelenggaraan Pilkada di Aceh harus mempertimbangkan nilai-nilai kekhususan yang disepakati dalam MoU Helsinki.

– Pasal 93 ayat 1 UUPA*: Pemerintah pusat harus menghormati kekhususan Aceh dalam pelaksanaan pemerintahan, termasuk Pilkada.

“Dengan dasar hukum ini, sikap KPU dianggap tidak hanya mencederai prinsip keadilan, tetapi juga melanggar kekhususan Aceh yang telah dijamin oleh perundang-undangan,” Tutupnya.

Editor: Amiruddin. MK

Share :

Baca Juga

Daerah

Tahun 2023, BSI Aceh Salurkan Pembiayaan KUR Rp3,5 Triliun

Daerah

Polresta Banda Aceh Buka Puasa Bersama Para Tahanan

Daerah

Teungku Muhammad Yusuf Silaturahmi Dengan Ketua DPW Nasdem Aceh

Daerah

Sambut Hari Donor Darah se-Dunia, Pj Bupati Iswanto Donor Darah ke-25

Daerah

PT BNA Capai Lebihi Target Tepat Waktu Kinerja Triwulan I 

Daerah

Kapolda Aceh Sambut Kedatangan Wakil Presiden RI

Daerah

Ketua Pramuka Kwarcab Pidie Cut Bang Samsul Azhar Pantau MTR

Daerah

Tarmidhi Kepala SMKN 2 Meulaboh Terpilih Jadi Ketua MKKS Aceh

You cannot copy content of this page

error: Content is protected !!