Baca juga: Soal Rencana Luhut Audit Perusahaan Sawit, SPKS Minta Jangan Nanggung
“Bayangkan, jika pemberian izin dan HGU ini terus dilakukan, maka hutan dan lahan terutama di pedesaan akan terus hilang dari teritori desa dan ini akan berimbas pada masalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Lagi-lagi yang paling terdampak adalah masyarakat adat dan petani dan kondisi lingkungan,” ujar Sekretaris Jendral Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (2/6/2022).
Sebelumnya Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Marcellina Nuring melaporkan bahwa terdapat lima perusahaan kelapa sawit skala besar yang memiliki luasan lahan melebihi izin usaha perkebunan kelapa sawit dari Kementerian Pertanian.
Pada tahun 2019, jumlah perkebunan rakyat mencapai 99,92% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, namun hanya menguasai 41,35% lahan. Sedangkan, jumlah perusahaan perkebunan swasta hanya 0,07% dari total pelaku usaha perkebunan sawit tetapi menguasai lahan seluas 54,42%.
Lalu, jumlah perusahaan perkebunan negara hanya 0,01% dari total pelaku usaha perkebunan sawit dan menguasai lahan sebesar 4,23%.
Darto mengatakan, hasil investigasi dan penelitian KPPU tersebut sesungguhnya memperkuat fakta praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi pada sektor hulu maupun hilir industri sawit nasional.
Di sektor hulu misalnya, terjadi penguasaan lahan yang melebihi batas maksimum, praktik menguasai atau memiliki lahan plasma oleh segelintir perusahaan besar yang juga “bermain” pada usaha disektor hilir, dan penyingkiran petani dalam rantai pasok CPO maupun biodiesel akibat praktik monopoli yang menyimpang.
Lihat Juga: KPPU Siap Turun Tangan Audit Perkebunan Kelapa Sawit