Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS menguat pada Rabu di tengah meningkatnya ekspektasi pengetatan kebijakan moneter yang agresif oleh Federal Reserve, AS dan Eropa akan memberikan sanksi tambahan terhadap Rusia.
“Imbal hasil 2-tahun AS berada pada level tertinggi sejak Januari 2019. Imbal hasil 5 tahun berada pada level tertinggi sejak Desember 2018 dan imbal hasil 10-tahun patokan naik menjadi 2,6120%, tertinggi sejak April 2019,” tulis Ibrahim dalam risetnya, Rabu (6/4/2022).
Baca Juga: Rupiah Menguat Ditopang Tren Positif Pertumbuhan Ekonomi RI
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bulan lalu, kenaikan pertama sejak 2018, dan ekspektasi telah membangun bahwa bank sentral akan bergerak lebih agresif pada pertemuannya di bulan Mei.
Risalah dari pertemuan Fed bulan lalu akan dirilis Rabu malam, dan para pedagang akan menguraikan kata-kata mereka dengan hati-hati untuk panduan tentang apa yang akan dilakukan pembuat kebijakan selanjutnya.
Selain itu, Uni Eropa (UE), bersama AS dan Kelompok Tujuh, mengoordinasikan putaran sanksi baru terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Sanksi tersebut dapat berupa pelarangan pembelian batu bara Rusia dan pencegahan kapal Rusia memasuki pelabuhan UE. Sanksi tersebut adalah yang terbaru sejak invasi Rusia pada 24 Februari dan sebagai tanggapan atas penemuan warga sipil yang tewas di kota Bucha, Ukraina.
Dari sisi domestik, pasar terus memantau perkembangan utang pemerintah di bulan Februari yang terus mengalami peningkatan. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat per akhir Februari posisi Utang Pemerintah berada di angka Rp.7.014,58 triliun dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,17 persen.
Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi di tahun 2022 diperkirakan akan terus berlanjut. Defisit APBN 2022 yang terus menurun dibandingkan target defisit tahun 2020 dan 2021 menunjukkan upaya Pemerintah untuk kembali bertahap menuju defisit di bawah 3 persen terhadap PDB.
Lihat Juga: Sanksi Rusia Bisa Menggerus Dominasi Dolar AS, Direktur IMF Memperingatkan