BANDA ACEH – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, meminta seluruh bupati/walikota dan kepala satuan kerja perangkat Aceh (SKPA) untuk fokus mengembangkan ragam komoditas unggulan yang dimiliki Aceh agar berorientasi ekspor. Ia yakin, dengan cara ekspor perekonomian Aceh dapat lebih ditingkatkan.
“Oleh sebab itu, setiap kabupaten/kota harus memiliki produknya masing-masing dan menjadi identitas suatu daerah, dimana setiap daerah mempunyai komoditas unggulan,” kata Achmad Marzuki saat memimpin rapat koordinasi pengembangan ekonomi Aceh bersama seluruh bupati/walikota dan Kepala SKPA, di Meuligoe Gubernur Aceh, Jumat, (17/3/2023).
Menurut Achmad Marzuki, Aceh harus memiliki identitas ekonomi andalan yang baru. Jika dulu Aceh terkenal dengan limpahan minyak dan gasnya, maka saat ini Aceh harus unggul dan maju dengan ragam komoditas pertanian dan kelautan.
Oleh sebab itu, orang nomor satu di Aceh itu meminta Kepala Bank Aceh Syariah dan Kepala Bank Syariah Indonesia yang hadir dalam rapat tersebut untuk membantu usaha masyarakat melalui kredit usaha rakyat (KUR) dan CSR.
Lebih lanjut, untuk mendukung aktivitas ekspor komoditas yang ada di Aceh, Pj Gubernur mengaku akan segera membangun komunikasi dengan Kementerian Keuangan supaya sarana tol laut yang ada di Aceh dapat beroperasi dengan baik. Ia berharap seluruh kapal pengangkut barang yang bersandar di sejumlah pelabuhan yang ada di Aceh dapat terisi penuh dengan berbagai komoditi masyarakat.
Achmad Marzuki meminta bupati/walikota dan para kepala dinas terkait agar menjadi penghubung dan memfasilitasi antara masyarakat dengan dunia usaha. Dengan begitu ragam komoditas pertanian dan kelautan yang dilakukan masyarakat dapat berorientasi ekspor.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Aceh, Safuadi, menyebutkan, dari 17 komoditas yang diminati dunia, sebanyak empat diantaranya dimiliki Aceh dengan kualitas terbaik. Keempat komoditi tersebut adalah ikan, minyak kelapa sawit, kakao, dan kopi.
“Selama ini, banyak komoditas Aceh dikirim ke provinsi lain. Oleh provinsi lain diekspor ke luar negeri dengan harga yang naik berkali lipat,” kata Safuadi.
Safuadi mengatakan, pasar untuk menjual ragam komoditas yang dimiliki Aceh terbuka lebar di negara-negara yang berada di wilayah barat provinsi Aceh. Banyak negara di sebelah barat Aceh dengan penduduk sekitar 3 miliar membutuhkan komoditas yang ada di Aceh.
“Banyak komoditas seperti nangka dan rambutan dijual mahal hingga ratusan ribu untuk enam biji rambutan. Sebab di negara Timur Tengah komoditas seperti ini tidak bisa tumbuh,” kata Safuadi.
Menurut Safuadi, salah satu kendala Aceh saat ini adalah kurangnya penghubung untuk bisa mempertemukan produk yang dijual dari Aceh kepada pembeli dari negara lain.
Lebih lanjut, Safuadi mengatakan, perang berkepanjangan anatar Rusia-Ukraina mengubah rantai pasok komoditas dunia berubah. Dimana banyak negara wilayah timur tengah dan India yang kehilangan pasokan komoditasnya dari Rusia dan Ukraina akibat perang.
Menurut Safuadi, momentum tersebut menjadi peluang bagi Aceh untuk menjadi pemasok komoditas yang dibutuhkan berbagai negara di timur tengah dan India.
“Ini adalah peluang Aceh untuk kaya dalam beberapa tahun ke depan,” ujar Safuadi.
Hadir dalam Rakor tersebut, Sekjen Kemendagri, Suhajar Diantoro dan Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku. H. Faisal Ali. [°]