Baca Juga: Pertalite Menghilang dari SPBU Usai Pertamax Naik, Apa Sebabnya?
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengapresiasi langkah Pertamina, yang meski menaikkan harga Pertamax namun tidak mencapai harga keekonomiannya.
“Saya apresiasi Pertamina yang tidak menaikkan harga ke titik psikologis konsumen Pertamax. Jika iya, nantinya justru yang ada migrasi besar-besaran dari Pertamax ke Pertalite,” ujar Mamit dalam diskusi yang digelar Jakarta Journalist Center (JJC) dengan tema “Krisis Rusia-Ukraina, Mahalnya Minyak Dunia”, Kamis (7/4/2022).
Dengan disparitas harga yang tidak terlalu signifikan, Mamit berharap, migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite tidak terlalu tinggi. Sehingga diharapkan, tidak ada over kuota terhadap jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) tersebut.
“Saya rasa kemungkinan migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite maksimal hanya 25 persen kira-kira,” ucapnya.
“Apalagi untuk pengendara yang sudah merasakan perbedaan Pertalite dan Pertamax. Harga yang diputuskan Pertamina masih sangat masuk akal,” sambungnya.
Namun sambung Mamit, di tengah kondisi yang tidak menentu imbas dari perang antara Rusia dengan Ukraina, pemerintah mulai harus berpikir tentang diversifikasi energi. Selain itu, isu pengurangan gas rumah kaca juga harus mulai dibahas secara serius.
“Kalau tidak, maka dalam waktu dekat sektor transportasi akan jadi pemyumbanng terbesar gas rumah kaca,” jelasnya.
Lihat Juga: Kabar Pasokan Pertalite Dipangkas, Dirut Pertamina: Seluruh Direksi Sudah ke Lapangan