NOA | Aceh Besar – Aceh memang mempunyai khasnya sendiri selain makanan lokasi wisata yang indah, negeri berjuluk Serambi Mekkah itu rupanya juga mempunyai salah satu perpustaan islam yang menarik untuk dilirik. Perpustakaan itu disebut dengan nama Perpustakaan Tanoh Abee.
Keberadaan perpustakaan Tanoh Abee tak terlepas dari sejarah pendirian sebuah pesantren (dayah) yang dibangun oleh ulama asal negeri Baghdad, Fairus Al-Bagdadi, yang datang ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
Dari literatur yang ada, Dayah Tanoh Abee merupakan salah satu institusi penting di Asia Tenggara dan menjadi model intelektual dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Perpustakaan Tanoh Abee berada di Desa Tanoh Abee, Kecamatan Seulimuem, Kabapaten Aceh Besar. Menurut hasil penelitian Arkeologi Islam Indonesia, perpustakaan tersebut merupakan satu-satunya perpustakaan Islam tertua di Nusantara, bahkan termasuk perpustakaan Islam yang paling tua di Asia Tenggara.Tidak jarang karena sebab itu banyak wisatawan baik lokal maupun wisatawan Manca Negara mengunjungi Perputakaan tesebut.
NOA sempat mencoba mengali-gali informasi yang tersimpan di atas bagunan yang konon kata telah berdiri ratusan tahun.
Lokasinya lumayan jauh berkisar sekitar 42 Kilometer dari Kota Banda. Dari Banda Aceh, nantinya pengunjung harus menyewa mobil yang akan membawa mereka ke Kecamatan Seulimum. Dari pusat kecamatan, pengunjung akan menyusuri jalan desa sebelah utara dengan jarak sekitar tujuh kilometer untuk kemudian sampai ke lokasi pesantren.
Namun jarak jauh tersebut nyatanya bisa terobati saat pertama sekali melihat bangunan Perpustakaan Tanoh Abee yang sangat sederhana dan masih begitu asri.
Tentu lokasi-lokasi yang seperti ini sulit ditemukan di perkotaan.
Detailnya seluruhnya bangunan terbuat dari kayu, dengan rak-rak buku apa adanya. Buku-bukunya pun kebanyakan juga berusia cukup tua dan diperlukan kehati-hatian untuk menyentuh juga membacanya.

Informasi yang dihimpun, Arkeologi Islam Indonesia pernah menuturkan bahwa Perpustakaan tesebut merupakan satu-satunya perpustakaan Islam di Nusantara juga tertua di Asia Tenggara.
Tapi informasi ini hanya sekilas belum ada informasi lanjutan mengenai kapan pastinya perpustakaan tesebut dibangun.
Sementara bila melihat catatan yang dikutip dilokasi menyampaikan bahwa pembangunan perpustakaan ini berbarengan dengan pendirian dayah atau pesantren oleh seorang ulama asal Irak yang datang ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yakni 1607-1636 M.
Selama 400 tahun disebut bahwa perpustakaan ini dikelola oleh keluarga pendiri pesantren secara turun-temurun, yang saat ini diketahui dikelola oleh generasi kesembilan.

Sementara untuk puncak ke emasannya saat itu kabarnya berada ditangan Syekh Abdul Wahab, yang juga dikenal sebagai Teungku Chik Tanoh Abee. Beliau wafat pada 1894 dan dimakamkan di lokasi tidak jauh dari Pesantren tempat perpustakaan tesebut.
Bersama dengan kakeknya, Syekh Abdul Wahab mereka berupaya mengumpulkan naskah-naskah dari para ulama besar Tanoh Abee dan seluruh Aceh.
Menariknya, Syekh Abdul Wahab rela mengabdikan hidupnya demi memajukan perpustakaan tersebut.
Ia bahkan memiliki keinginan mulia untuk membangun sebuah perpustakaan Islam yang terbesar di Asia Tenggara, yang kelak dapat menjadi tujuan para santri dari berbagai negara.
Hingga kemudian memasuki akhir abad ke-18, tercatat sekitar 10 ribu buku tersimpan di perpustakaan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, koleksi buku tersebut menjadi rusak dan tidak terawat.
Bahkan kini hanya bersisa sebanya 3000 buku yang tersimpan dirumah penerus generasi ke sembilan.
Berkat jasa dan ketekunannya dalam mengumpulkan naskah-naskah tadi, terutama yang diperoleh dari keluarganya, dunia keilmuan masih bisa menyandarkan informasinya pada sumber-sumber lokal yang genuine (asli), khususnya berkaitan dengan sejarah perkembangan sosial intelektual keagamaan di Aceh sejak abad ke-16. Hingga kini, naskah-naskah tersebut tersimpan di Dayah Tanoh Abee, meski dengan standar perawatan yang belum maksimal.
Keberadaan naskah-naskah Tanoh Abee ini menjadi semakin terasa penting terutama setelah hancur dan musnahnya beberapa lembaga penyimpan dokumen bersejarah, seperti Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh dan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional akibat gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 lalu.

Bahkan sangkin hebatnya perpustakaan Tanoh Abee memang tidak bisa terbatahkan dari salah satu perpustakaan yang populer di kalangan sarjana Islam dari berbagai negara.
Hal tersebut terlihat dari buku tamu yang tersimpan di rumah pengelola,
di mana di dalamnya tertera sejumlah nama pengunjung dari negara-negara Eropa, Australia, Amerika Serikat, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.
Bahkan ada yang sebagian besar datang dan tinggal di daerah perpustakaan selama berhari-hari untuk meneliti sebagian, atau semua naskah dalam rangka keperluan pembuatan tesis atau buku.
Dengan demikian tak ditampik jika Perpustakaan Tanoh Abee bisa menjadi salah satu destinasi dalam wisata edukasi dan sejarah. (ADV)