Tanpa tanda-tanda akan segera berakhirnya, konflik di Ukraina memunculkan risiko besar mendorong ekonomi global yang rapuh ke dalam kemerosotan. Dalam tujuh minggu pertama, perang telah memicu arus besar pengungsi Ukraina, mendorong inflasi dengan menaikkan harga pangan dan minyak mentah, serta merusak prospek pertumbuhan Eropa hingga potensi resesi.
Baca Juga: Eropa Bakal Alami Resesi Tajam Jika Rusia Tutup Keran Gas
Dampak perang muncul ketika dua mesin utama ekonomi global yakni Amerika Serikat dan China menghadapi masalah mereka sendiri. Kebijakan virus Covid-19 tanpa toleransi China menjungkirbalikkan rantai pasokan dan meningkatkan keraguan tentang target pertumbuhan 5,5% pemerintah.
Di Amerika Serikat, Federal Reserve atau Bank Sentral AS sedang berjuang untuk mendinginkan inflasi tertinggi dalam 40 tahun. Kepala ekonom Moody’s Analytics, Mark Zandi mengatakan, The Fed akan secara agresif menaikkan suku bunga, meningkatkan risiko resesi.
“Dampak invasi Rusia terhadap ekonomi AS telah menjadi lebih bermasalah secara bermakna,” ujar Zandi dikutip dari The Washington Post, Jumat (15/4/2022).
Perang dan sanksi selanjutnya juga telah menyebabkan kerusakan tak terduga pada arus perdagangan global. Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang kurang dari 3% dari ekspor global.
Menurut sebuah studi baru Bank Dunia terkait efek perang, permusuhan telah memperumit rantai pasokan dengan menaikkan biaya pengiriman dan asuransi di wilayah Black Sea. Bank Dunia menambahkan, setelah lebih dari dua tahun malapetaka rantai pasokan kronis, perang telah menjadi satu lagi menjadi penyebab sakit kepala bagi industri otomotif, petrokimia, pertanian dan konstruksi.
Baca Juga: Kirain Rusia, Justru Amerika Serikat yang di Ambang Resesi Ekonomi