Untuk diketahui, kuota solar subsidi tahun 2022 ditetapkan sebesar 15,1 juta kiloliter (KL). Sementara badan usaha yang ditugasi adalah PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR. Masing-masing mendapat kuota penyaluran sebanyak 14,9 juta KL dan 186.000 KL.
Baca Juga: Antrean Solar Bersubsidi Masih Terjadi, Ini Penyebabnya
“Jangan sampai terjadi ada badan usaha yang tak sanggup melaksanakan seluruh penyaluran solar subsidi karena tingginya harga BBM, sebagaimana yang pernah terjadi di tahun 2019 lalu,” kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, Senin (11/4/2022).
Kekhawatiran itu didasarkan pada fakta bahwa dalam harga jual solar subsidi yang sebesar Rp5.150 per liter, terdapat subsidi tetap Pemerintah sebesar Rp500 per liter. Sementara, harga keekonomian solar saat ini sekitar Rp13.000 per liter.
“Artinya badan usaha penyalur solar harus menalangi terlebih dulu selisih harga jual dengan harga keekonomian, sekitar Rp7.800 per liter,” jelasnya.
Hal itu berarti badan penyalur perlu modal yang sangat besar untuk menalangi selisih harga tersebut. Sofyano mencontohkan, jika saja jika AKR menyalurkan sebanyak 15.000 KL solar atau 15.000.000 liter per bulan, maka perusahaan itu butuh setidaknya dana talangan sekitar Rp117 miliar per bulan.
Menurut dia, dana talangan ini akan semakin membengkak jika selisih harga tersebut terjadi dan bertahan untuk waktu yang lama. Sementara, selisih harga tersebut tergolong sebagai kompensasi yang pembayarannya belum dianggarkan secara pasti pada saat penetapan kuota dilakukan.
Baca Juga: Ade Armando Babak Belur Dihajar Massa Demo 11 April
Lihat Juga: BPH Migas Monitoring Ketersedian BBM Ramadhan-Idul Fitri