Banda Aceh – Kabupaten Aceh Singkil yang berada di ujung Barat Daya Provinsi Aceh, Indonesia, merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan yang diresmikan pada tanggal 27 April 1999 oleh Gubernur Provinsi Aceh Prof. Dr. H. Syamsudin Mahmud, M.Si.
Pada tanggal 27 April 2024 Kabupaten tersebut berumur 25 tahun, namun di bulan suci ramadhan ini, dikabarkan ada seorang warga yang profesi sebagai nelayan meninggal disebabkan oleh Reptil Buaya.
Dari data yang dihimpun, konflik antara buaya dengan nelayan/Warga Aceh Singkil telah terjadi beberapa tahun terakhir, bahkan melebihi 12 korban.
Semakin mengganasnya buaya, tentu masyarakat menjadi ketakutan ketika mencari nafkah di sungai maupun di laut, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Kini buaya yang menjadi penghuni perairan tersebut sewaktu-waktu siap menerkam dan merenggut nyawa mereka.
Termaksud Kawasan muara Sungai Singkil merupakan habitat utama buaya muara di pesisir selatan Ekosistem Leuser.
Diperkirakan satwa liar yang juga dilindungi tersebut telah mendiami daerah rawa itu sejak 2006.
Populasi buaya ini mulai meningkat akibat maraknya perburuan biawak yang dibawa ke Pulau Nias, Sumatra Utara. Sebab biawak adalah reptil pemakan telur-telur buaya yang dapat mengurangi perkembangan predator air tersebut.
Beberapa peneliti yakin serangan terhadap manusia dan Reptil buaya lebih berisiko terjadi jika kawasan mangrove dihancurkan atau wilayah penangkapan ikan sudah dieksploitasi habis-habisan.
Melindungi habitat dan Reptil buaya spesies mangsanya dapat mengamankan masa depan buaya muara sekaligus mengurangi risiko serangan.
Serta naiknya jumlah penampakan dan serangan menunjukkan bahwa, warga harus mencari cara untuk hidup berdampingan dengan reptil ini. (**)