Mengenali Hukum Adat Laot Dari Kacamata MAA Aceh - NOA.co.id
   

Home / Pendidikan

Sabtu, 21 Mei 2022 - 00:04 WIB

Mengenali Hukum Adat Laot Dari Kacamata MAA Aceh

REDAKSI

Banda Aceh – Hukum adat merupakan perangkat penting dari kepercayaan, tradisi yang menyuburkan nilai-nilai dan praktek bijak masa lampau. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B Bab IV Perubahan ke-2 menyatakan ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Panglima Laot merupakan salah satu institusi hukum adat tertua, memperoleh legitimasi UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, menyusul Qanun Nomor 9/2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dan Nomor 10/2008 tentang Lembaga Adat.

Hukum adat laot Aceh mengatur berbagai hal terkait aktivitas di sektor kelautan. Mulai dari penerapan batasan wilayah, hari pantang melaut, pelestarian lingkungan, pelaksanaan ritual, relasi sosial dan ketentuan lain.

Hasil riset Lembaga Majelis Adat Aceh menjelaskan hukum adat laot, tidak dikenal sistem norma yang pre existant, yakni sistem pelanggaran hukum yang telah ditetapkan lebih dahulu seperti yang ditentukan dalam pasal 1 ayat (1) KUHP. Namun dalam hukum adat laot terdapat pengecualian dimana ketentuan pelanggaran hukum yang telah berlaku/telah ada terlebih dahulu. Karena ketentuan-ketentuan penangkapan ikan di laot secara tidak tertulis sudah ada jauh sebelumnya, baru kemudian dibuat secara tertulis dari hasil musyawarah/ mufakat para Panglima Laot Aceh pada tanggal 6-7 Juni 2000 di Banda Aceh.

Baca Juga :  Kepala Dinas Pendidikan Aceh Dorong Kolaborasi Wujudkan Sekolah Ideal di Aceh

Pembaharuan dan perkembangan hukum ada merupakan suatu hal yang tidak mungkin terelakkan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Perbedaan yang terdapat antara satu lhok dengan lainnya bahkan antar Kabupaten disepakati untuk dijadikan suatu modifikasi hukum adat laot yang seragam melalui kesepakatan Pengetua Adat/Panglima Laot. Dengan demikian ketentuan hukum adat laot akan menjadi hukum adat yang berlaku secara universal bagi Nelayan di seluruh Aceh. Jumat, (20/05/2022).

Dalam hukum Adat Meulaot, adat yang lainnya tidak merupakan suatu detik, tetapi pada suatu ketika perbuatan tersebut dianggap mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat dimana pemuka adat dapat mengambil suatu tindakan guna memulihkan keadaan semula, maka saat itu muncul hukum baru. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam kasus penangkapan benur dan nener, dahulu penangkapan bibit ikan dan udang tersebut dilakukan dengan cara sangat sederhana dengan memakai tanggok “sawok” akan tetapi setelah ada alat yang lebih modern dipandang telah sangat merugikan Nelayan yang menggunakan alat tradisionil, maka setelah menjadi kasus lahir ketentuan hukum adat yang baru tentang penangkapan nener dan benur.

Pada saat itulah peraturan adat yang berupa tingkah laku dalam masyarakat mendapat sifat hukum. Oleh karena itu apabila terjadi pelanggaran dalam hokum adat, misalnya hutang piutang, maka hukum dapat dikeraskan dengan menghukum orang yang tidak mau membayar hutang, atau dalam kasus perbuatan illegal yang menyebabkan kerugian orang lain, maka upaya meluruskan hukum adalah membayar kerugian. kepada orang yang dirugikan dan membayar denda adat kepada persekutuan adat.

Baca Juga :  MAA Jadi Solusi Perdamaian Diantara Masyarakat Aceh

Pelanggaran hukum adat laot dapat di golongkan dalam dua bentuk yaitu: pelanggaran hukum dan perbuatan pelanggaran yang dalam keadaan tertentu tidak dianggap pelanggaran. Dimaksud dengan perbuatan pelanggaran hukum adat laot adalah semua perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat laot yang telah di tetapkan terlebih dahulu, antara lain, 3 hari pantang melaut setelah kanduri Laot, di hitung sejak keluar matahari pada hari kanduri hingga tenggelam matahari pada hari ketiga. Hari Jumat, dilarang melaut selama 1 hari terhitung sejak tenggelam matahari pada hari kamis hingga tenggelam matahari pada hari jumat. Hari Raya Idul Fitri, dilarang melaut selama 3 hari dihitung sejak tenggelam matahari megang hingga terbenam matahari ketiga Hari Raya.

Hari Raya Idul Adha, dilarang melaut selama 3 hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari meugang hingga terbenam matahari ketiga Hari Raya (disesuaikan dengan kegiatan ibadah Haji). Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, dilarang melaut selama 1 hari dihitung sejak tenggelam matahari pada tanggal 16 hingga terbenam matahari pada tanggal 17 Agustus sebagai penghormatan ke pada hari proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Sejak negeri Aceh ditempa musibah bencana tsunami maka tiap tanggal 24 Desember juga ditetapkan sebagai hari berkabung untuk mengenang arwah para korban tsunami dimana kebanyakkan korban adalah para keluarga Nelayan.

Baca Juga :  Kedudukan dan Tugas Panglima Laot Menurut Majelis Adat Aceh

Para Nelayan umumnya mentaati ketentuan-ketentuan adat sebagai suatu kewajiban, termasuk menjalankan keputusan yang diambil oleh panglima laot dalam mengadili suatu perkara. Jarang kita temui pihak yang dikalahkan menolak menjalani putusan yang telah diambil oleh panglima laot.

Hukuman yang sangat berat dirasakan oleh seseorang apabila mendapat pengucilan dari lingkungan ditempat mana dia berdomisili. Akibat yang dirasakan dapat berupa tidak acuhnya masyarakat terhadap seseorang yang dipandang tidak tau adat. Oleh karena itu seseorang menghormati adat disebabkan, karena sudah terbiasa dari kecil, rasa hormat kepada orang tua dan lingkungannya dan pada setiap kesempatan dalam pergaulan hidup bermasyarakat orang senantiasa diingatkan kepada adat.

Dalam pergaulan hidup sehari-hari orang tidak merasa malu kalau disebut tolol, bodoh. Akan tetapi seseorang akan sangat tersinggung dan marah jika kalau dikatakan tidak tau adat atau tidak beradat. Karena sejak kecil orang sudah diajarin adat melalui suatu proses yang disebut proses of socialiszation. Proses ini berjalan sepanjang hidup seseorang dalam masyarakat sejak dari kandungan seseorang sudah diperkenalkan dengan budaya yang ada dilingkungan oleh orang tuanya melalui berbagai kegiatan adat, seperti upacara pijak tanah, prosesi adat perkawinan dan sebagainya.

Share :

Baca Juga

Daerah

Pj Ketua TP PKK Safriati: Ayah adalah Sosok Penting Membangun Keluarga Samara

Daerah

STISIP Al Washliyah Menggelar Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) di Lampanah, Aceh Besar

Pendidikan

Disdik Aceh Terapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Ciptakan Lingkungan Kerja Sehat

Pendidikan

Disdik Aceh Kirim 80 Siswa SMK Magang ke Sumut dan Jabar

Kesehatan

Pelajar Sabang Antusias Ikut Vaksinasi Covid-19

Pendidikan

Pemerintah Aceh Sabet Penghargaan Pemprov Peduli Talenta dari Kemdikbud Ristek

Daerah

Kadisdik Aceh Kunjungi ARC USK Bahas Kerjasama Pembinaan Siswa SMK dan SMA

Daerah

Simulasi SNBT 2024 : Ini Hasil dan Tindak lanjutnya

You cannot copy content of this page

error: Content is protected !!