Aceh Singkil – Tokoh masyarakat Aceh Singkil, Rusli Jabat Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) agar mengevaluasi dan menonaktifkan para komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Hal ini menyusul keputusan KIP Aceh yang dianggap tidak memenuhi syarat terkait pencalonan pasangan Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2024, Minggu.
“Keputusan tersebut berbahaya karena dapat memperkeruh suasana politik di Aceh yang sudah memanas,” Kata Rusli kepada Kantor Berita NOA.co.id, 22 September 2024.
Sambungnya, Ia juga Menduga KIP Aceh memainkan emosi publik Aceh yang saat ini masih dalam suasana duka setelah meninggalnya Tu Sop, tokoh penting di Aceh.
“keputusan KIP Aceh yang menggugurkan pasangan tersebut merupakan bukti kurangnya integritas dan kompetensi komisioner KIP Aceh,” Ujarnya.
Ia menjelaskan, pada Kamis (12/9/2024), ketika pasangan calon gubernur dan wakil gubernur diharuskan menandatangani pernyataan siap menjalankan butir-butir MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun, Bustami Hamzah tidak diperkenankan melakukan penandatanganan karena ketiadaan wakil. Saat itu, Fadhil Rahmi belum ditetapkan sebagai pendamping baru, menyusul wafatnya Tu Sop.
“keputusan tersebut tidak adil mengingat kondisi masyarakat Aceh yang masih berduka,” Pungkasnya.
Ia juga mengatakan, Seharusnya Bustami Hamzah tetap bisa menandatangani pernyataan tersebut meski tanpa wakil, mengingat situasi yang sedang terjadi.
“Kesempatan itu hilang, dan kini Pilkada Aceh terancam hanya menghadirkan calon melawan kotak kosong,” katanya.
Sementara itu, upaya untuk menggelar rapat paripurna guna menjadwalkan ulang penandatanganan pernyataan setelah Bustami mendapatkan pendamping baru juga menemui jalan buntu. Rapat Badan Musyawarah (Banmus) yang dijadwalkan pada Rabu (18/9/2023) dibatalkan karena tidak memenuhi kuorum.
Rusli menekankan, KIP Aceh harus bertanggung jawab atas situasi ini dan meminta KPU RI untuk segera turun tangan melakukan evaluasi.
“Kita tidak ingin wajah-wajah yang merusak demokrasi ini dibiarkan begitu saja. Evaluasi mendalam harus dilakukan demi menjaga demokrasi di Aceh,” tegasnya.
Editor: Amiruddin. MK