Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa Menteri Keuangan Lawrence Wong akan menjadi suksesornya.
Dikutip dari Reuters, terpilihnya Wong sebagai pemimpin Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berkuasa, Kamis (14/4), membuka jalan baginya menjadi perdana menteri.
“Rencananya Lawrence menggantikan saya sebagai PM, baik sebelum atau sesudah (jika PAP) menang pemilihan umum berikutnya. Pemilihan akan diadakan 2025 dan pasti akan menjadi pertarungan yang sulit,” kata Lee, Sabtu (16/4).
Lee juga mengatakan Lawrence Wong sudah ditunjuk sebagai pemimpin “tim 4G”, istilah yang digunakan untuk sekelompok politikus terkemuka di jajaran tertinggi partai.
“Para menteri kabinet hari ini menegaskan pilihan Menteri Lawrence Wong sebagai pemimpin tim 4G,” lanjut Lee dalam sebuah unggahan di media sosial.
“Keputusan tentang suksesi ini sangat penting bagi Singapura. Ini akan memastikan kesinambungan dan stabilitas kepemimpinan yang merupakan ciri khas sistem kami,” tuturnya.
Seperti diketahui, Lee telah menjabat sebagai Perdana Menteri Singapura sejak 2004. Sementara itu, Wong telah membantu Singapura dalam menangani pandemi virus Corona (Covid-19) sebagai ketua Satgas bersama pemerintah.
Atas kontribusinya dalam penanganan Covid tersebut, sejumlah ahli memperkirakan Wong bakal menjadi pengganti yang tepat untuk Lee.
Mulanya, Wong bukan calon kuat pengganti Lee. Deputi PM, Heng Swee Keat sempat digadang-gadang menjadi penerus Lee di masa depan. Namun, pada 9 April 2021, Heng Swee Keat memutuskan mundur dari suksesi kursi kekuasaan PAP.
“Saya sudah berusia 70 tahun dan saya tak sabar untuk menyerahkannya kepada Lawrence begitu dia siap,” kata Lee dalam sebuah konferensi pers.
Ia menambahkan, partai akan memutuskan antara dia atau Wong yang akan memimpin partai dalam pemilu selanjutnya.
Sementara itu, Wong sempat bicara mengenai tantangan Singapura ke depan. Apalagi, menurut dia, saat ini pandemi Covid-19 belum usai.
“Pandemi belum selesai, kita harus melewatinya,” kata Wong.
“Ada tantangan ekonomi yang cukup besar untuk diatasi yang timbul dari perang di Ukraina, paling tidak ancaman inflasi yang lebih tinggi dan lebih persisten serta pertumbuhan yang lebih lemah,” ujarnya.
(dmi/isn)
[Gambas:Video CNN]