Puluhan ribu warga Sri Lanka menggeruduk kantor kepresidenan untuk memprotes krisis ekonomi dan politik yang makin parah pada awal pekan ini. Mereka menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur.
Protes ini disebut-sebut sebagai aksi terbesar sejak krisis mencekik Sri Lanka sejak Maret lalu. Para warga beramai-ramai mengepung kantor kepresidenan di Ibu Kota Sri Lanka, Kolombo.
Mereka mengibarkan bendera nasional dan berulang kali berteriak, “Pulang, Gota!” merujuk pada Gotabaya.
Beberapa yang lain membawa poster bertuliskan “Sudah waktunya bagi kamu mundur” dan “cukup sudah.”
“Ini adalah orang-orang tak bersalah. Kami semua berjuang untuk hidup. Pemerintah harus mundur dan mengizinkan orang yang cakap memimpin negara,” kata salah satu orator di hadapan massa.
Kepolisian menjaga ketat protes di sekitar kantor kepresidenan ini. Mereka juga sudah menyiapkan gas air mata dan meriam air jika sewaktu-waktu diperlukan.
Unjuk rasa itu berlanjut hingga hari ini. Merespons demo yang masih terjadi, Perdana Menteri Sri Lanka sekaligus kakak Gotabaya, Mahinda Rajapaksa, meminta kesabaran warga yang turun ke jalan.
Dalam pidato pertamanya sejak krisis, Mahinda mengaku butuh lebih banyak waktu untuk membebaskan Sri Lanka dari krisis.
“Jika kami tak bisa menghentikan krisis dalam dua atau tiga hari, kami akan menyelesaikannya sesegera mungkin,” kata dia dalam pidato yang disiarkan di televisi, seperti dikutip AFP.
Menurut Mahinda, setiap menit warga memprotes di jalanan, maka mereka kehilangan kesempatan mengisi pundi-pundi negara.
“Harap diingat bahwa negara membutuhkan kesabaran Anda pada saat kritis ini,” kata dia.
Selain memprotes krisis, warga juga menuntut pemecatan pemerintahan Rajapaksa. Selama dua dekade, keluarga Rajapaksa menguasai politik Sri Lanka.
Mahinda tak berkomentar mengenai seruan agar ia turun dari tampuk kekuasaan. Ia malah membela pemerintahannya dengan menyalahkan partai oposisi yang tak mau membantu.
“Kami mengundang semua pihak lain untuk maju dan menerima tantangan, tetapi mereka tidak melakukannya, jadi kami akan melakukannya sendiri,” kata Mahinda.
Sri Lanka tengah menghadapi krisis besar. Akibat krisis ekonomi ini, politik Sri Lanka juga kacau balau.
Faktor utama krisis tersebut adalah pemerintah tak becus mengelola perekonomian, terutama di tengah pandemi Covid-19.
[Gambas:Video CNN]
Akibatnya, Sri Lanka didera krisis valuta asing, kenaikan harga pangan, pemadaman listrik selama beberapa pekan, juga kekurangan obat-obatan hingga bahan bakar.
Sri Lanka pun kian terpuruk dan meminta bantuan dana ke IMF. Pekan ini, pemerintah mempersiapkan negosiasi bailout atau pemberian bantuan dengan IMF.
Mereka berharap lembaga keuangan global itu bisa mendukung neraca pembayaran negara itu dalam tiga tahun ke depan sebesar US$3 miliar atau Rp50 triliun.
(isa/has)
[Gambas:Video CNN]