Jakarta – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika menjelaskan bahwa dugaan laporan rasuah Jampidsus Febrie Adriansyah, saat ini masih berada di Direktorat PLPM KPK, Jumat (14/2).
“Sampai dengan saat ini, saya tidak diinfokan ada kendala. Tetapi memang masih di tahapannya, infonya masih di Direktorat PLPM,” Kata Tessa Mahardhika, dalam keterangannya, Minggu 16 Februari 2025.
Tessa mengakui sampai saat ini belum ada pihak yang dimintai klarifikasi terkait pelaporan Jampidsus tersebut. Namun, ia menegaskan semua laporan yang masuk ke KPK pasti ditindaklanjuti.
“(Saksi) Belum ada,” kata Tessa.
Sebelumnya, Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) dan sejumkah tokoh penggiat anti korupsi sepakat mendorong KPK mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau persekongkolan jahat dan/atau tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan lelang yang kini menyeret Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah.
Mereka yang saat itu hadir di antaranya Boyamin Saiman (MAKI), Faisal Basri (IDEF), Sugeng Teguh Santoso (IPW), Melky Nahar (JATAM).
Mereka sepakat KPK turun tangan karena diduga ada kerugian negara dalam pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa 1 (satu) paket saham PT. GBU oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI dimenangkan PT. IUM.
“Harga limit mendapat persetujuan Jampidsus Kejagung RI, yang diduga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sedikitnya sebesar Rp 9 Triliun, serta menyebabkan pemulihan asset megakorupsi Jiwasraya dalam konteks pembayaran kewajiban uang pengganti Terpidana Heru Hidayat sebesar Rp 10,728 Triliun menjadi tidak tercapa,” ujar Boyamin Saiman, Koordinator MAKI dalam paparannya saat itu.
Dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa 1 (satu) paket saham PT. GBU, patut diduga menggunakan modus operandi mark down nilai limit lelang.
Nilai pasar wajar (fair market value) 1 (satu) paket saham PT. GBU pada kisaran Rp. 12 Triliun, direndahkan menjadi Rp 1,945 Triliun, yang memperkaya AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, pemilik PT MHU dan MMS Group.
AH, BSS, dan YS merupakan Beneficial Owner dan/atau Pemilik Manfaat PT. IUM sebenarnya.
“Kasus ini diperparah lantaran ternyata uang PT. IUM untuk membayar lelang bersumber dari pinjaman PT. Bank BNI (Persero) Tbk Cabang Menteng, dengan pagu kredit senilai Rp 2,4 Triliun,“ kata Faisal Basri saat itu.
Tahapan dugaan pidana korupsi, bermula tatkala Kapus PPA Kejagung RI berencana akan melelang Pemenang Lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa 1 (satu) paket saham PT. Gunung Bara Utama sebanyak 1.626.383 lembar saham, yang terdiri dari 409.642 lembar saham milik PT. Black Diamond Energy sesuai sertipikat/surat kolektif saham Nomor 1 tanggal 5 Juli 2019 – 1.216.741 lembar saham milik PT. Batu Kaya Berkat, sesuai sertipikat/surat kolektif saham Nomor 2 tanggal 5 Juli 2019.
Selanjutnya, 10 hari sebelum Penjelasan Lelang (aanwijzing) pertama yakni pada tanggal 09 Desember 2022, AH diduga mendirikan PT. IUM, sebagai persiapan lelang dengan menunjuk sejumlah nominee atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek Personality dan Party untuk duduk selaku direksi, komisaris, pemegang saham di perseroan dengan diatasnamakan PT. MPN dan PT. SSH.
Nominee VN, yang menjabat sebagai pemegang saham 99,9% PT. MPN dan PT. SSH misalnya, berdasarkan Laporan Pajak Pribadi tahun 2022, hanya memiliki harta kekayaan sebesar Rp. 137 juta, dan mempunyai hutang kredit sebuah sepeda motor seharga Rp. 20 juta.
VN memiliki hubungan istimewa tertentu dengan AH. Ayah VN bernama RN puluhan tahun berkerja sebagai Satpam pada keluarga AH.
Pada tahun 2015, VN tercatat menjadi nominee AH dalam skandal Panama Papers, sebagaimana list pada urutan nomor 975. AH, YS, BSS bersama-sama RBT dan HM, tersangka korupsi Tata Niaga Timah, juga adalah pemilik PT. MHU
Editor: Amiruddin. MK