Banda Aceh – Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Tamiang, Ishak yang akrab disapa Kureng menyatakan dukungannya terhadap Dr. Husnan Harun, ST., M.P. sebagai figur yang layak memimpin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh.
Menurut Kureng, Aceh membutuhkan sosok teknokrat yang mampu menjaga kesinambungan arah pembangunan dan menjawab tantangan kebijakan strategis di era baru.
“Husnan Harun adalah sosok yang tidak hanya paham teknis, tetapi juga mengerti dinamika Aceh secara menyeluruh. Rekam jejaknya dalam merumuskan kebijakan pembangunan berbasis data dan kebutuhan rakyat sangat dibutuhkan hari ini,” ujar Kureng, Selasa (15/4/2025), saat ditemui di Aceh Tamiang.
Dalam pandangan Kureng, posisi Kepala Bappeda bukan semata jabatan struktural, melainkan peran strategis yang menentukan masa depan pembangunan Aceh.
Ia menegaskan pentingnya menjaga kesinambungan kebijakan yang telah dirancang sebelumnya, terutama pada sektor-sektor prioritas seperti pengelolaan sumber daya alam, ketahanan pangan, dan infrastruktur dasar.
“Kita tidak bisa lagi berpikir jangka pendek. Perencanaan harus menyentuh akar persoalan dan menyiapkan solusi untuk masa depan. Sosok seperti Husnan Harun punya kapasitas untuk itu,” tambahnya.
Kureng juga menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, pusat, dan masyarakat sipil dalam merumuskan arah pembangunan.
Menurutnya, Bappeda Aceh ke depan harus mampu menjadi ruang strategis untuk kolaborasi, bukan hanya birokrasi yang tertutup.
“Kami di KPA Wilayah Tamiang mendukung penuh apabila sosok seperti Husnan Harun diberi amanah. Ini bukan soal individu, tapi kepentingan Aceh ke depan,” ujarnya menegaskan.
Husnan Harun selama ini dikenal sebagai akademisi dan praktisi yang aktif di bidang perencanaan pembangunan wilayah.
Ia kerap menjadi rujukan dalam isu-isu strategis seperti tata ruang, pembangunan berkelanjutan, dan kebijakan publik berbasis riset.
Dengan wacana pengangkatan ini, Kureng berharap Pemerintah Aceh mempertimbangkan figur dengan integritas, kapasitas, dan kepekaan terhadap realitas sosial.
“Aceh butuh perencana yang bukan hanya bisa membaca angka, tapi juga memahami denyut nadi rakyat,” pungkasnya.
Editor: Redaksi