Aceh Barat Daya – Salah seorang Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat Daya, Seliah melayangkan surat keberatan kepada panitia seleksi (Pansel) anggota KIP setempat.
Surat tersebut disampaikan atas terbitkan Surat Keputusan Pengumuman Uji Mampu Membaca Al-Quran Nomor 20/PANSEL-KIP/ABDYA tentang Keputusan Tim Penguji Uji Mampu Membaca Al-Quran untuk seleksi calon anggota KIP Kabupaten setempat periode 2023-2028.
Menurut pemohon penerbitan Keputusan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Oleh karena itu sangat merugikan pemohon selaku Calon Anggota KIP Aceh Barat Daya yang terdaftar sebagai kandidat Calon Anggota KIP Aceh Barat Daya,” kata Suhaimi kuasa hukum Seliah dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Abdya, Kamis (8/6/2023).
Disampaikan Suhaimi, adapun keberatan yang pemohon sampaikan kepada Tim Pansel KIP tersebut yakni, Pansel dalam mengeluarkan Keputusan dengan nama yang dinyatakan mampu membaca Al-Quran untuk lolos mengikuti seleksi selanjutnya.
“Ini bertentangan dengan Qanun Aceh nomor 6 tahun 2019 tentang Pemilihan dan Pemberhentian Calon Anggota KIP di Aceh,” terang Suhaimi.
Pada faktanya, lanjut Suhaimi, selain alasan sebagaimana yang pemohon sebutkan, pada proses uji mampu membaca Al-Quran pemilihan saudara Seliah digugurkan sehingga tidak dapat mengikuti proses berikutnya, dengan perolehan nilai tidak mencukupi dari beberapa calon lainnya.
“Ini dapat dinilai terjadinya pelanggaran-pelanggaran administrasi yang sangat fatal dalam penyelenggaraan Tim Penguji Baca Al-Quran, sehingga proses pemilihan tersebut dianggap tidak memenuhi prosedur ataupun aturan- aturan sah yang telah berlaku sebagaimana mestinya pada seleksi calon KIP Aceh Barat Daya,” jelas Suhaimi.
Oleh karena itu, kata Suhaimi, pemohon mengajukan keberatan administrasi sebagai sanggahan terhadap keputusan yang telah dikeluarkan oleh Tim Pansel KIP dan Tim Penguji KIP Aceh Barat Daya tersebut.
“Kami meminta kepada Tim Pansel KIP Aceh Barat Daya menghentikan tahapan rekrutmen Komisi Independen Pemilihan Kabupaten Aceh Barat Daya dan melakukan tes ulang uji mampu baca Al-Quran sesuai dengan Qanun Aceh nomor 6 tahun 2018 Pasal 9 Poin C,” tegas Suhaimi.
Permintaan ini, kata Suhaimi, mengingat dasar-dasar untuk dilakukan uji mampu membaca Al-Quran yang sah seharusnya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
“Namun dalam fakta yang terjadi pada proses seleksi oleh Tim Pansel Kip Aceh Barat Daya Tahun 2023 terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2018 tentang perubahan atas qanun Aceh nomor 6 tahun 2016 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan di Aceh,” papar Suhaimi.
Lebih lanjut, Suhaimi menilai Tim Pansel KIP Aceh Barat Daya dari pertama tidak membuat aturan yang baku dan jelas terkait tes uji mampu baca Al-Quran, bagaimana cara penilaian, standar nilai yang diloloskan, dan tidak sinkron antara Tim Pansel KIP dengan Dewan Juri KIP uji Baca Al-Quran mengenai nilai yang diloloskan, bersifat tidak independen dan cacat hukum dalam hal ini bertentangan dengan Pasal 14 ayat 3 poin d.
“Tim Pansel KIP Aceh Barat Daya mengumumkan secara luas hasil Uji Mampu Membaca Al-Quran tanpa mempertimbangkan nilai-nilai atau marwah seorang ibu, seorang perempuan, seorang pejabat publik yang notabene penyelenggara yang sudah pernah melalui proses perekrutan yang sama pada tahun lalu, bertentangan dengan Pasal 9 huruf c,” kata Suhaimi.
Adapun terhadap keputusan pengumuman yang terlanjur dikeluarkan oleh Pansel KIP Aceh Barat Daya itu, kata Suhaimi, maka sebaiknya untuk menunda pengumuman selanjutnya.
“Haruslah ditinjau kembali terhadap Keputusan tersebut karena jelas bertentangan dengan aturan yang ada,” sebut Suhaimi.
Selain itu kata Suhaimi, sebagai seorang perempuan, pemohon merasakan diskriminasi yang begitu kuat, karena tidak berikan kesempatan untuk membaca Alquran seketika itu dengan tenang.
“Pemohon diminta membaca Al-Quran dalam kondisi haid dengan meniatkan zikir yang berdasarkan keyakinan Pemohon bahwa haram hukumnya membaca Al-Quran saat haid, hal ini membuat pemohon tertekan secara pisikis, dan menyebabkan demikian gugupnya. Apakah hal ini yang menjadi indikator penilaian rendah terhadap kemampuan membaca Al-Quran,” kata Suhaimi.
Lebih tegas, Suhaimi, Tim penguji memberikan nilai tanpa tolak ukur yang jelas, hal ini terkesan bahwa ada upaya untuk menjatuhkan harkat martabat pemohon sebagai seorang penyelenggara pemilu.
“Terlebih lagi sebagai penduduk aceh yang lahir di aceh dan di besarkan di Aceh dan bukan seorang mualaf,” kata Suhaimi.
Terakhir, Suhaimi juga mempertanyakan tim penguji dan Pansel KIP yang membuat kalimat uji mampu membaca Al-Qur’an dengan pengertian yang sangat sempit dan bertentangan dengan maksud dan tujuan dari tahapan uji mampu sendiri.
“Apa tim menggap uji mampu baca Alquran seperti seorang yang ahli, cakap dan mahir. Padahal kalimat yang dimaksudkan adalah mampu, bukan untuk mencari seorang Qori yang mahir dalam setiap pelafalan huruf, dengan suara yang merdu, atau nada yang sesuai dengan standar musabaqah,” kata Suhaimi.
Dalam hal ini, Suhaimi menyebut, tim uji dan tim Pansel KIP sudah melewati batas kewenangan dalam mengambil penilaian yang merugikan pemohon sebagai muslim yang mampu membaca Al-Qur’an,” terang Suhaimi.