Banda Aceh – Menjelang pemungutan suara pemilihan Kepala Daerah 27 November mendatang, Aceh dikejutkan dengan kehadiran Imigran Etnis Rohingya di Labuhan Haji, Aceh Selatan, Rabu 16 Oktober 2024.
Sekitar 151 orang imigran etnis Rohingya yang terdiri dari 59 anak-anak, 79 wanita dan 13 laki-laki dewasa tersebut yang berada di dalam kapal dan terombang-ambing di lepas pantai Labuhan Haji akan di Evakuasi (24/10) oleh Satgas PPLN (Penanganan Pengungsi Luar Negeri) yang terdiri dari unsur TNI-Polri, Polair, Pemkab, Imigrasi dan APH lainnya.
Hal tersebut Sesuai hasil musyarawah warga dan pemerintah setempat. Kebijakan diambil setelah munculnya gelombang penolakan masyarakat lokal terhadap keberadaan Imigran Etnis Rohingya di wilayah Perairan Aceh Selatan.
Fenomena penolakan pengungsi Rohingya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Malaysia dan Thailand, resistensi terhadap kedatangan Imigran etnis Rohingya juga marak. Negara maju seperti Australia yang ikut menandatangani Konvensi Internasional Pengungsi 1951 juga menerapkan kebijakan anti-pengungsi.
Australia dan Indonesia bahkan menginisiasi kerjasama internasional penanganan kejahatan lintas batas atau Bali Process pada 2002. Namun demikian, implementasinya seringkali jauh panggang dari api. Tak ayal, Imigran Etnis Rohingya boleh jadi merupakan kelompok masyarakat minoritas paling tidak diinginkan di dunia.
Sebagai tindak lanjut komitmen tersebut, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden No. 125/2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri.
Jokowi Widodo (Presiden Republik Indonesia Periode 2014-2024) mensinyalir keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di balik gelombang pengungsi tersebut (Sekretariat Negara RI, 2023).
kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh dimulai sejak Januari 2009, ketika rombongan pertama mendarat di Sabang dan dikenal dengan sebutan ‘Manusia Parahu’. Sejak saat itu, Aceh telah menjadi tempat berkumpulnya 41 gelombang kapal pengangkut pengungsi Rohingya, dengan total 6.150 orang hingga 2024.
Diketahui, sebagian besar pengungsi telah pindah ke negara ketiga atau melarikan diri dari kamp penampungan. Saat ini, tersisa 869 pengungsi yang masih bertahan. Kehadiran pengungsi Rohingya sering kali tiba-tiba, memaksa pemerintah daerah untuk bertindak cepat dalam penanganannya.
Pemerintah Indonesia dinilai perlu segera menyusun rencana penanganan pengungsi sampai ke level daerah. Tiadanya peraturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri membuat pemerintah tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat saling lempar ketika kasus kedatangan pengungsi Rohingya di wilayah Indonesia terus berulang.
Prabowo yang saat itu masih sebagai Menteri Pertahanan, sebagaimana diberitakan Kompas.com, menyebutkan bahwa persoalan pengungsi Rohingya merupakan persoalan dunia, bukan Indonesia semata.
Ia kemudian menekankan bahwa dalam menangani pengungsi ini, kepentingan masyarakat dan nasional lah yang harus diutamakan. Sebab, masih banyak masyarakat yang hidup susah dan memerlukan bantuan pemerintah.
“Masih banyak rakyat kita yang hidupnya masih susah, jadi tidak begitu fair kalau kita harus menerima semua pengungsi itu menjadi beban kita,” kata Prabowo.
Meski begitu, Prabowo tetap menyadari pengungsi Rohingya harus dibantu atas dasar solidaritas dan kemanusiaan. Untuk itu, kata dia, diperlukan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah Rohingya ini.
“Jadi ini perlu pendekatan yang integralistik. Tapi sekali lagi di ujungnya kita harus menjaga kepentingan bangsa kita dan rakyat kita,” imbuhnya.
Saat ini Prabowo telah resmi menjadi Presiden kedelapan Republik Indonesia sejak dilantik pada hari Minggu (20/10/2024) di Kompleks Parlemen, Jakarta. Pelantikan Prabowo hanya berselang beberapa hari setelah masuknya para pengungsi Rohingya di Perairan Aceh Selatan, Rabu (16/10).
Kini, Budi Gunawan resmi dilantik sebagai Menteri Politik dan Keamanan (Menko Polkam) RI. Budi mengatakan salah satu prioritas dalam pekerjaannya adalah terkait peran Indonesia terhadap konflik etnis Rohingya di Myanmar dan akan memecahkan masalah-masalah yang selama ini terjadi di kasus Rohingya. Dan saat ini, kata dia, negara ASEAN belum bisa mengurai masalah tersebut.
“Kalau untuk luar negeri ada beberapa yang menjadi prioritas. Khususnya peran Indonesia dalam menangani permasalahan Rohingya,” kata Budi Gunawan kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Oktober 2024.
Dalam penanganannya, Budi Gunawan akan mencoba memecahkan masalah-masalah yang selama ini terjadi di kasus Rohingya. Terlebih, kata dia, negara ASEAN belum bisa menguraikan masalah tersebut.
“Kita akan coba mengurai sumbatan-sumbatan apa selama ini, karena selama ini kita tahu di ASEAN kan belum bisa masuk ya,” ujarnya.
Selain kasus Rohingya, Budi Gunawan juga bakal mempererat hubungan kerja sama Indonesia dengan negara lain. Salah satu caranya yaitu melakukan penanganan di negara Pulau Pasifik.
“Yang kedua penanganan-penanganan negara Pulau Pasifik, Pasifik Selatan, karena kita ingin menjadi tetangga yang baik dan kita ingin agar hubungan kepada indonesia ini semakin kuat untuk NKRI,” tutur dia.
Editor: Amiruddin. MK