Home / Internasional / Peristiwa

Selasa, 18 Maret 2025 - 19:19 WIB

IOM Indonesia Dukung Pemulangan Korban Perdagangan Orang di Sektor Online Scam

FARID ISMULLAH

Konferensi pers dengan para menteri, pejabat militer dan kepolisian serta perwakilan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Kepala Perwakilan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Jeffrey Labovits, Jakarta,  Selasa (18/3/2025). (Foto : NOA.co.id/HO- IOM Indonesia).

Konferensi pers dengan para menteri, pejabat militer dan kepolisian serta perwakilan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Kepala Perwakilan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Jeffrey Labovits, Jakarta, Selasa (18/3/2025). (Foto : NOA.co.id/HO- IOM Indonesia).

Jakarta – Perdagangan orang di Asia Tenggara semakin banyak terjadi di sektor online scam, khususnya di Myanmar, Kamboja, Laos, dan Filipina. Para korban dari berbagai negara seringkali tertipu oleh tawaran pekerjaan palsu dan kemudian dipaksa melakukan penipuan online dengan kondisi yang tidak manusiawi, diantaranya mereka dipaksa dengan kekerasan fisik, ancaman, dan isolasi yang parah.

Baru-baru ini, tindakan tegas terhadap operasi perdagangan orang di wilayah perbatasan Myanmar mengakibatkan lebih dari 7.000 orang dari berbagai negara membutuhkan bantuan segera, termasuk 554 warga negara Indonesia yang menjadi korban penipuan perekrutan.

Baca Juga :  Game mobile legend dibobol, Pemuda Aceh Nekad lompat ke laut

Tantangan muncul dalam proses identifikasi korban dalam jumlah besar yang menegaskan perlunya koordinasi dukungan internasional.

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan respons kemanusiaan bagi para korban asal Indonesia, yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri dengan dukungan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Polri, TNI, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan melalui Direktorat Jenderal Imigrasi, dan didukung oleh International Organization for Migration (IOM).

Hari ini, dua penerbangan membawa pulang 400 korban pertama, dengan satu penerbangan terakhir dijadwalkan pada 19 Maret yang akan membawa 154 korban lainnya.

Baca Juga :  Luapan Air Sungai Peunalom Tangse, Tiga Gampong Terendam

Konferensi pers diadakan hari ini untuk menyambut dan menginformasikan kepulangan rombongan pertama warga negara Indonesia yang dipulangkan sebagai korban perdagangan orang.

Menko Politik dan Keamanan Budi Gunawan menyatakan,”Selama bekerja di bawah sindikat online scam, korban asal Indonesia mengalami tekanan berat dan kekerasan fisik, termasuk pemukulan dan penyetruman. Mereka juga diancam dengan pengambilan organ tubuh jika gagal mencapai target yang diberikan oleh para penculik.”

Baca Juga :  Modus TPPO dan TPPM di Era Digital

Eny Rofiatul Ngazizah, Kepala Unit Penanggulangan Perdagangan Orang IOM menjelaskan, “IOM memberikan pelatihan khusus bagi staf Kedutaan Besar Indonesia di Thailand pada akhir Februari lalu, untuk meningkatkan kapasitas staff KBRI dalam mengidentifikasi dan membantu para korban perdagangan orang.”

Selain itu, IOM mendukung tersedianya penampungan sementara bagi para korban yang kembali di Jakarta, bekerja sama erat dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sosial untuk memberikan layanan perawatan dan bantuan tindak lanjut yang diperlukan guna mendukung reintegrasi para korban.

Editor: Amiruddin. MK

Share :

Baca Juga

Daerah

Setelah mengalami Kekeringan, kini Aceh Singkil Dilanda Banjir

Internasional

Hizbullah Berhenti Serang Israel Bila Kesepakatan Gaza Dicapai

Peristiwa

Luapan Air Sungai Peunalom Tangse, Tiga Gampong Terendam

Daerah

Ketua PWRI Sesalkan Pihak PT. Delima Makmur Melarang Warga Lintasi Jalan Umum Diareal HGU

Internasional

Rakor Perwakilan Imigrasi, Berani Berinovasi dengan Semangat Memperbaiki

Peristiwa

Pemkab Aceh Besar Lepas 408 Jamaah Haji

Hukrim

Dirjen Imigrasi : WNI Sasaran Empuk Sindikat Perdagangan Orang

Hukrim

Haji Uma Fasilitasi Pemulangan Tiga Warga Aceh Korban TPPO di Laos