West Texas Intermediate (WTI) Juli 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) merosot 0,44% di USD109,81 per barel, sementara WTI Agustus 2022 turun 0,42% di USD107,69 per barel. Koreksi yang terjadi di benchmark harga minyak pagi ini terjadi menyusul ekspektasi resesi di Amerika Serikat dapat memicu konsumsi minyak yang lemah. Analis menilai aksi jual muncul untuk mengamankan profit di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Investor melakukan aksi jual karena mereka memperkirakan harga minyak yang lebih tinggi akan mengurangi konsumsi bahan bakar di seluruh dunia,” kata Analis Fujitomi Securities Co Ltd, Toshitaka Tazawa, dilansir Reuters, Selasa (24/5/2022).
Baca Juga: China Siap Buka Gembok Lockdown, Harga Minyak Dunia Mendidih
Di samping itu, pasar minyak juga masih mencerna dampak atas pasokan minyak dunia yang masih ketat. Ekspektasi ini dapat membatasi penurunan harga minyak ke depan. “Pasokan global yang ketat serta harapan untuk pemulihan permintaan di China masih memberikan beberapa dukungan,” lanjutnya.
Tazawa memprediksi Brent akan tetap dalam kisaran kotak USD105-USD115 per barel untuk sementara waktu. Krisis pasokan minyak terjadi di tengah kampanye penggunaan energi hijau. Analis menilai banyak perusahaan takut untuk berinvestasi di sektor ini mengingat kapasitas produksi akan terbatas.
China, importir minyak utama dunia, dikabarkan bakal memperluas potongan pajaknya, menunda pembayaran jaminan sosial dan pembayaran pinjaman, meluncurkan proyek-proyek investasi baru dan mengambil langkah-langkah lain untuk mendukung ekonomi.
Baca Juga: China Akhiri Lockdown, Harga Minyak Dunia Ikut Terkerek
Shanghai, pusat komersial China, akan memulai pelonggaran kebijakan lockdown mulai 1 Juni 2022 menyusul penurunan angka virus corona. Namun, meningkatnya kasus baru Covid-19 di Beijing masih menimbulkan kekhawatiran akan pembatasan lebih lanjut.
Lihat Juga: China Siap Buka Gembok Lockdown, Harga Minyak Dunia Mendidih