NOA | Aceh Tengah – Jika Sumatera Utara memiliki Danau toba maka Danau Lut Tawar Takengon Aceh menjadi icon wisata yang tak kalah menarik di belahan lain Pulau Sumatera, tepatnya di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Berada di dataran Tinggi Gayo Danau Air Laut Tawar memiliki luas mencapai 5000 hektar. Disebut sebagai icon wisata karena dominasi wisatawan di Danau Lut Tawar cenderung lebih tinggi dibanding tempat wisata Aceh Tengah lainnya.
Keindahan danau ini salah satunya terlihat dari kejernihan air meskipun debit airnya cukup besar. Disini wisatawan akan dimanjakan dengan pemandangan bawah laut seperti terumbu karang, ikan-ikan dan biota laut lain yang terlihat jelas dari permukaan.
Ikan Trout merupakan spesies ikan yang mendominasi perairan Danau Lut Tawar Takengon Aceh. Jadi sudah menjadi pemandangan umum jika banyak wisatawan yang justru lebih suka memancing di tempat ini. Di sekeliling danau terdapat 4 gua yang terbentuk dari peristiwa alam.
Salah satunya Goa Loyang Koro terletak di dekat Danau Laut Tawar, Kota Takengon, Aceh Tengah. Goa ini juga menjadi saksi bisu akan pertentangan masyarakat Aceh kepada Kolonial Belanda.
Konon katanya, Goa ini berdiri saat Indonesia di jajah oleh Belanda dimana pada abad ke 18 goa ini sempat di jadikan sebagai jalan pintas pengembala kerbau untuk mendagangkan ternaknya dari goa yang terletak di Kampung Toweren Uken menuju goa Loyang Kamiang di Desa Isaq, Kecamatan Linge.
Sedangkan di Desa Isaq sendiri juga terdapat goa yang di beri nama goa kambing, dulunya goa ini terhubung dengan Goa Loyang Koro, namun karena pertikaian antara peternak kerbau dan peternak kambing pada masa itu, menyebabkan runtuhnya dinding goa, sehingga menjadikan jalan tertutup dan tidak dapat di lalui lagi sampai saat ini.
Akses menuju kesana terbilang mudah wisatawan bisa langsung sampai ke lokasi hanya dengan menggunakan kendaraan darat seperti motor dan mobil bahkan jika tidak menggunakan kendaraan pribadi wisatawan bisa menggunakan transportasi umum yang dengan mudah dapat kita jumpai di kawasan tersebut.
Pengelola Goa Loyang Koro berada tepat di depan mulut goa. Setiap pengunjung akan dikenai tarif masuk yang terjangkau. Begitu masuk ke dalam goa pengunjung akan disambut suasana lengang dan gelap. Butuh penerangan obor atau senter untuk melanjutkan penjelajahan lebih kedalam. Hawa dingin khas goa alam semakin terasa yang mungkin menjadi suasana yang menyenangkan bagi mereka yang punya jiwa petualang sejati.Kepada pengelola wisatawan juga bisa langsung bertanya tentang senjarah dari goa tesebut.
Untuk masuk ke dalam disarankan menggunakan sepatu atau alas kaki yang tahan licin. Adanya tetesan air dari langit-langit membuat permukaan menjadi licin. Pengunjung juga disarankan untuk tidak bersuara keras, karena akan berdengung dan mengganggu pengunjung lainnya. Meski kadar oksigen di dalam goa tersedia sangat cukup, juga disarankan untuk tidak merokok di dalam. Ini juga ditetapkan untuk menjaga kebersihan goa.
Baru beberapa depa kaki melangkah, terlihat beberapa pengunjung menurunkan kepalanya. Beberapa ruang dalam goa mempunyai langit langit yang cukup rendah. Sehingga konsentrasi dan tetap berhati-hati menjadi kunci untuk masuk ke Goa Loyang Koro.
Tampak berkilau air yang mengeras menjadi batu, runcing ke bawah. Tampaknya sudah sangat tua usianya. Belum jauh melangkah, kami dikagetkan oleh sekawanan kelelawar yang tiba-tiba berhamburan keluar. Untung hanya sebentar saja.
Goa Loyang Koro sangat cocok untuk dijadikan sebagai destinasi wisata edukasi. Kita dapat belajar bagaimana pembentukan stalagnit, bagaimana lapisan batu, dan keilmuan geologi lainnya.
Setelah masuk beberapa belas meter ke dalam, terdapat ruang-ruang yang cukup lebar. Pengunjung dapat dengan bebas mengabadikan momen berkunjung ke Goa Loyang Koro. Berdasarkan informasi dari pengelola, Goa Loyang Koro tidak lagi dalam, karena terjadi longsoran tanah yang terjadi berpuluh-puluh tahun silam. Pengunjung dapat masuk ke dalam Goa Loyang Koro sedalam 110 meter saja. Untuk saat ini, Goa Loyang Koro sangat aman untuk dikunjungi.
Goa Loyang Koro ini menjadi satu dari sekian ribu catatan sejarah masyarakat Takengon. Pada masa kolonial Belanda, goa ini dijadikan sebagai tempat persembunyian para pejuang Dataran Tinggi Gayo. Tok Rebise, gelar yang diberikan kepada Jemerah Aman Catur sebagai pemimpin pejuang masyarakat Takengon, menjadikan Goa Loyang Koro sebagai benteng pertahanan. Dalam keterbatasan cahaya dan udara, Tok Rebise mampu menyusun strategi dan memimpin pejuang-pejuang Takengon untuk melawan Belanda.
Disisi sejarah lainnya, tokoh masyarakat di Takengon juga menyatakan bahwa Goa Loyong Koro merupakan jalur perlintasan perekonomian masyarakat Takengon. Pintu goa di Gunung Isaq diberi nama Goa Loyang Kaming. Dalam Bahasa Gayo, Loyang adalah Goa, sedangkan Koro adalah Kerbau. Mungkin saja disebut sebagai Goa Kerbau, karena rute ini kerap digunakan penggembala atau pedagang sebagai salah satu jalur menuju Kota Takengon.
Jalur ini juga dipilih untuk menghindari ternak dari gangguan hewan buas. Isaq sebagai daerah tembusan merupakan daerah subur yang menjadi pilihan untuk penggembalaan ternak. Hingga suatu ketika terjadi pertikaian antara penggembala kerbau dan penggembala kambing yang enggan mengalah karena beradu arah.
Sejarah ini yang menyatakan terjadinya longsoran tanah dan jalur gua tertutup. Jika sedang berkunjung ke Takengon, tidak ada salahnya berkunjung ke Goa Loyang Koro. Kita dapat menikmati keindahan batuan dari mineral yang mengeras beratus-ratus tahun lamanya. (ADV)