NOA | BANDA ACEH – Ajang Festival Tari Kreasi Aceh yang berlangsung pada 14-15 Maret 2022 di Hotel Grand Aceh Syariah, Kota Banda Aceh, berlangsung sukses. Sanggar asal Pidie, Pusaka Nanggroe dinobatkan sebagai juara pertama.
Sedangkan untuk juara 2 diraih Wonder Last dari Banda Aceh, Juara 3 Meurunoe Art dari Banda Aceh, Juara Harapan 1 Putroe Bungoeng dari Banda Aceh, dan Juara Harapan 2 Sanggar Nurul A’la asal Kota Langsa.
Festival yang digagas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh ini diikuti 9 grup sanggar/komunitas seni dari kabupaten/kota se-Aceh, di antaranya Langsa, Lhokseumawe, Pidie, Meulaboh dan Banda Aceh. Masing-masing grup terdiri dari maksimal 15 orang.
Kepala Disbudpar Aceh yang diwakili Kepala Bidang Bahasa dan Seni, Nurlaila Hamjah SSos MM, menyampaikan bahwa
event ini menjadi salah satu media bagi pekerja seni guna mencari konsep inovatif untuk sejarah perkembangan seni tari, dengan tidak melupakan nilai-nilai dasar tari tradisi.
“Bagi masyarakat Aceh, seni tari merupakan jenis kesenian yang sangat populer dan memiliki fungsi, di antaranya sebagai sarana upacara, hiburan, seni pertunjukan, dan sebagai media pendidikan. Antara keempat hal yang berbeda-beda tersebut, masing-masing mempunyai ciri atau khas masing-masing. Karena itu setiap gerakan tari, di dalamnya terdapat filosofi dan makna tersendiri,” kata Nurlaila.
Oleh karena itu, ia berpersan bagi pegiat seni tari untuk terus berlatih, meningkatkan kapasitas dan kreativitas, sehingga akan melahirkan para koreografi ulung, penata musik handal, dan penari yg kreatif dan enerjik.
“Dengan demikian kesinambungan dan pengembangan seni tari akan terus hidup dalam masyarakat Aceh,” kata Nurlaila, sekaligus menutup acara.
Sebelumnya, Ketua Tim Juri Festival tari Kreasi, Sabri Gusmail mengatakan kegiatan tersebut sangat bagus dan diharapkan event itu terus berlanjut.
“Dengan begitu dapat memunculkan koreografer baru dan layak ditampilkan ke event nasional maupun internasional,” sebut Sabri.
“Tari kreasi Aceh ini juga tidak meninggalkan kultur keacehan, walaupun dimodifikasikan ke modern tapi nilai keacehannya masih kental,” pungkasnya. (ADV/ Disbudpar Aceh)