Home / Opini / Pendidikan

Jumat, 26 Juli 2024 - 14:00 WIB

Disiplin Sekolah, untuk Apa? Opini Seorang Mantan Siswa

REDAKSI

Dok.Pribadi Kas Pani

Dok.Pribadi Kas Pani

Sekira satu setengah tahun lalu, pernah ramai reaksi netizen terhadap opini seorang siswa yang baru saja lulus SMK yang tulisannya dimuat di media online, Omong-Omong.com, media yang digawangi oleh Okky Madasari.

Berawal dari tulisannya, Sekolah dan Ilusi Kedisiplinan. Mohammad Rafi Azzamy nama sang penulis, menyampaikan pandangan kritisnya terhadap disiplin yang diterapkan di sekolah.

Katanya, disiplin di sekolah adalah sebuah ilusi. Rafi biasanya ia dipanggil mengakui, dia tidak menolak kedisiplinan, tapi Rafi menolak makna kedisiplinan versi sekolah.

Makna disiplin yang diemban sekolah, kata Rafi, “turutilah apa kata sekolah.”

Menurut Rafi, sebaik apapun seorang murid, bila ia tidak menuruti perkataan sekolah, anak itu tetap dianggap sebagai sebagai murid yang tidak disiplin. Maka katanya, sekolah wajib mendisiplinkan mereka, entah itu dalam bentuk macam hukuman atau tindakan lainnya. Sambil mengutip pendapat Faucault, itulah diberi nama Relasi Kuasa. Artinya, dimana pihak yang memiliki sedikit kuasa terpaksa tunduk pada mereka yang memiliki kuasa besar.

Baca Juga :  Workshop Kewirausahaan dan Penandatanganan MoU Kerjasama antara Prodi Manajemen Agribisnis dengan PT. Tibers Agrosejahtera dengan Kupi Khop

“Ketimpangan kuasa ini membuat murid terpaksa tunduk dengan doktrin sekolah, walaupun tidak jelas dasar intelektual dan dasar etisnya, yang biasanya untuk melanggengkan kepentingan sekolah,” tulisnya.

Sering kali kata Rafi, sekolah merasa memiliki kendali penuh atas muridnya semata-mata untuk menjaga nama baik sekolah. Karena itu, peraturan sekolah yang paling aneh sekalipun harus tetap dipatuhi oleh murid-murid.

Peraturan aneh yang disorot Rafi antara lain, hukuman atas keterlambatan kehadiran atau pengumpulan tugas, pelarangan memanjangkan rambut bagi murid laki-laki, serta pelarangan mewarnai rambut dan berhias. Ini katanya hanyalah sedikit dari begitu banyaknya peraturan yang sering kali mereduksi hak akademik dan kebebasan siswa dengan dalih kedisiplinan.

Sontak saja tulisan Rafi yang statusnya siswa (kini ia sudah mahasiswa ) ini geger, dan mendapat reaksi dari banyak pembaca di media sosial, khususnya di tweeter, media yang pertama kali menayangkan tulisan Rafi. Apalagi Okki Mandasary sempat mewawancarai Rafi dalam Omong-Omong Sepekan di medianya.

Baca Juga :  Disdik Aceh Umumkan Mekanisme Seleksi PPDB SMA Berasrama Tahun Ajaran 2025/2026

Di video itu, Rafi dengan blak-blakan menolak disiplin versi sekolah yang katanya cuma ilusi.

Di tweet balasan, BT berkomentar pada Rafi, “Anda tak menolak disiplin tapi menolak makna disiplin versi sekolah. Terus disiplin yang bagaimana yang Anda anut?”

Begitu pula Madev, “beropini apa aja bebas sih, tapi dari tulisan Forbes saja salah satu kunci sukses itu punya kedisiplinan.”

Sementara itu, Pritta Lora Damanik menjawab reaksi keras terhadap Rafi, “Heran deh kenapa pada reaktif dengan opini siswa? Perasaan, tulisannya bukan anti disiplin tetapi mengkritik sistem dan standar kedisiplinan yang dibangun sekolah. Justru dari sini kita perlu sadar bahwa siswa butuh konsep disiplin positif bukan menunggangi relasi kuasa.”

Baca Juga :  Disdik Aceh Dorong Penguasaan Coding untuk Generasi Muda melalui Pelatihan Coding4Future di SSB Pidie

Begitu pula Okky Madasari, di tweetnya mempertanyakan, Disiplin untuk apa?

“Anak SMK penulis Omong-Omong ini mengemukakan pandangan kritisnya terhadap disiplin yang diterapkan di sekolah. Indonesia butuh bukan hanya anak pandai tetapi juga anak kritis dan kreatif.”

Terlepas dari polemik tersebut, sebagai bagian orang yang mendukung disiplin sekolah, wajah saya rasanya ditampar, dan mengangguk berkali-kali, sekaligus cemberut setelah membaca tulisan Rafi, antara percaya tidak.

Tapi, cemberut saya itu manis lho, karena ada kebanggaan seorang siswa sebagus itu idenya.

Saran saya, mari kita beri ruang kepada murid-murid untuk berpikir kritis dan inovatif, toh dalam strategi pembelajaran abad 21 daya kritis dan kreativitas siswa sangat dibutuhkan, dengan terus membimbing mereka agar tidak menggunakan nalar liar.

Penulis : Kas Pani

Share :

Baca Juga

Pendidikan

Lestarikan Budaya SMAN 2 Sinabang Gelar Pekan Kreativitas Tari Tradisi

Nasional

SPPG Polri di Pejaten Bagikan 3.417 Porsi MBG ke Anak-anak di Jaksel

Pendidikan

Tiga Sekolah Tinggi Al Washliyah Banda Aceh Jalin Kerjasama dengan Kolej Universiti Darul Qur’an Islamiyyah (KUDQI) Malaysia

Pendidikan

Kadisdik Ajak BSI Perkuat Literasi Keuangan Syariah di Aceh

Daerah

Disdik Aceh Gelar Sosialisasi Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Bebas Melayani

Aceh Besar

Sebanyak 1.864 mahasiswa USK mengabdi di Aceh Besar

Daerah

Ketua DPD CIC Aceh Singkil : Ada apa dengan Dewan Guru SDN No 1 Biskang?

Pendidikan

SNMPTN 2022, Aceh Tempati Lima Besar Nasional Penerimaan Siswa Terbanyak