Akan ku dengarkan padamu, cerita embun yang luruh saat pagi, atau kisah suara laut yang menghembuskan nafasnya di sela jari-jari daun nyiur yang di sinari rembulan. Ketika itu, ada cahaya menggantung di bibir langit. Aku akan cerita.
“Cerita biasa,” kata mu.
Iya, cerita biasa. Cerita hari-hari yang aku dibalut sunyi. Sesunyi suara angin gurun yang aku dan kau tidak pernah memahaminya.
“Berarti ada jarak untuk dimaklumi,” kata mu lagi menafsirkan arti dari sunyi itu.
“Persis!”
Ada laut, aku sebagai laki-laki biasa tak mungkin merenanginya. Terlalu dalam dan jauh.
Ada gunung, hutan, dan jalan menikung yang sulit dilewati, penuh kelokan dan batu terjal. Aku tertatih melewatinya.
Semisalnya pun aku sanggup, sebelum sampai ditujuan, aku lebih dulu diam tak bisa lagi bicara. Nafas berhenti.
“Cerita biasa,” katamu, tapi sulit memahaminya.
Iya, aku lelaki biasa dan sederhana, tak mungkin menggapai rembulan. Terlalu jauh bagiku, hanya bisa jadi angan dan kenangan.
Inilah cerita yang aku dan kau sulit memahaminya.
Penulis : Kas Pani