Banda Aceh – Calon Gubernur Aceh nomor urut 01, Bustami Hamzah, mengecam keras keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang menghentikan debat Pilgub Aceh ketiga. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap asas pemilu yang demokratis dan adil.
“Penghentian debat Pilgub Aceh adalah tindakan pelanggaran pemilu. Kami sebagai pasangan calon nomor urut 01 merasa dirugikan atas pembatalan sepihak yang dilakukan oleh KIP Aceh,” tegas Bustami Hamzah, Selasa (19/11).
Bustami mengungkapkan kekecewaannya terhadap KIP Aceh yang ia nilai tidak menjalankan tugasnya secara profesional. Ia menduga ada upaya terstruktur antara KIP dan pasangan calon nomor urut 02 untuk menggagalkan debat tersebut. “Dalam hal ini, kami menduga kuat bahwa KIP Aceh dan pasangan calon nomor urut 02 bekerja sama membatalkan debat. Keputusan ini sangat tidak beralasan,” ujarnya.
Menurut Bustami, alasan penghentian debat karena tuduhan bahwa dirinya menggunakan alat komunikasi dua arah adalah tuduhan sepihak yang tidak berdasar. Ia menjelaskan, alat yang digunakan adalah clip-on microphone, sebuah perangkat yang lazim dipakai untuk keperluan dokumentasi.
“Yang saya gunakan adalah clip-on microphone, alat untuk menangkap dan menjernihkan suara sebagai bagian dari dokumentasi internal kami. Penggunaan clip-on ini sama sekali tidak melanggar aturan,” jelasnya.
Bustami menambahkan bahwa dalam tata tertib yang telah disepakati dan ditetapkan oleh KIP Aceh, tidak ada larangan penggunaan clip-on. Ia mempertanyakan motif di balik pengambilan keputusan sepihak tersebut. “KIP Aceh seharusnya mematuhi aturan yang mereka buat sendiri. Penggunaan clip-on tidak tercantum dalam tata tertib debat yang telah disepakati,” katanya.
Terkait pembatalan debat ketiga, Bustami menuntut agar KIP Aceh segera menggelar ulang debat sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya. Ia menegaskan, debat merupakan media penting bagi masyarakat untuk menilai kompetensi para kandidat secara menyeluruh.
“Dari awal, kami meminta tiga kali debat agar masyarakat Aceh bisa memahami visi dan misi setiap pasangan calon. Sebaliknya, pasangan calon 02 hanya ingin satu kali debat. Pembatalan debat ini jelas menghilangkan hak masyarakat untuk menilai calon pemimpinnya secara komprehensif,” tuturnya.
Bustami menyatakan bahwa jika KIP Aceh tidak melaksanakan debat ulang, pihaknya akan mengambil langkah hukum terhadap seluruh komisioner KIP. “Jika debat ulang tidak dilakukan, kami akan menempuh upaya hukum terhadap seluruh komisioner KIP Aceh. Tindakan ini tidak bisa dibiarkan karena berpotensi mencederai proses demokrasi di Aceh,” tegasnya.
Selain itu, Bustami juga menduga bahwa penghentian debat ketiga ini merupakan bagian dari konspirasi yang telah dirancang sebelumnya. “Penghentian debat ini diduga kuat merupakan konspirasi bersama antara KIP Aceh dan pasangan calon nomor urut 02. Ini bukan insiden mendadak, tetapi sebuah skenario yang sudah disiapkan sejak awal,” ujarnya.
Menurut Bustami, insiden ini menjadi catatan buruk dalam sejarah pemilu di Aceh. Ia mengingatkan bahwa demokrasi harus ditegakkan dengan menjunjung tinggi keadilan dan keterbukaan.
“Kami hanya ingin memberikan yang terbaik bagi masyarakat Aceh. Proses demokrasi yang jujur dan adil adalah hak seluruh rakyat, dan kami akan terus memperjuangkannya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak KIP Aceh belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan yang dilayangkan oleh Bustami Hamzah. Situasi ini menjadi sorotan, mengingat debat ketiga semestinya menjadi forum penting bagi para calon gubernur untuk memaparkan visi dan misi mereka kepada publik.
Editor: Redaksi