Akademisi USK Apresiasi Langkah Pemerintah Sediakan Lahan untuk Eks Kombatan GAM di Aceh Timur - NOA.co.id
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3737086233511293
   

Home / Nasional

Minggu, 14 Juli 2024 - 19:34 WIB

Akademisi USK Apresiasi Langkah Pemerintah Sediakan Lahan untuk Eks Kombatan GAM di Aceh Timur

REDAKSI

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Provinsi Aceh, Kurniawan S, S.H., LL.M. Foto: NOA.co.id

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Provinsi Aceh, Kurniawan S, S.H., LL.M. Foto: NOA.co.id

Banda Aceh – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Provinsi Aceh, Kurniawan S, S.H., LL.M mengapresiasi langkah yang diambil oleh Pemerintah melalui Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang berencana akan memprioritaskan penyediaan lahan seluas 22.000 Ha di Kabupaten Aceh Timur untuk para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh sebagai bagian dari langkah reintegrasi para nantan kombatan GAM dengan masyarakat.

Respon tersebut muncul seiring dengan adanya rapat koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang diwakili oleh Direktur Jenderal Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Dalu Agung Darmawan, dengan Pemerintah Aceh yang dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 12 Juli 2024 di Kantor Gubernur Aceh.

Menurut Kurniawan, langkah berupa penyediaan lahan bagi Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut merupakan wujud komitmen dan tanggung jawab negara dalam memenuhi apa yang diamanatkan dalam MoU Helsinski dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

“Untuk mengadakan lahan seluas 22.000 Ha di Kab. Aceh Timur bagi para kombatan tersebut tentunya sulit tersedia di luar kawasan hutan. Hal ini dikarenakan sebagian besar lahan sesudah berstatus hak milik, termasuk sejumlah yang berstatus izin usaha. Artinya kebijakan pengadaan lahan tersebut tidak dapat dihindari ditempuh melalui pengalihan hutan,” sebut Kurniawan.

Lebih lanjut, Kurniawan S, S.H., LL.M selaku Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) – Provinsi Aceh yang saat ini sedang melanjutkan Studi pada Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) mengingatkan Pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN agar dalam melakukan pengalihan hutan menjadi lahan produktif yang nantinya akan didistribusikan kepada para mantan kombatan GAM kiranya memperhatikan prosedur legalitas sebagaimana yang diatur dalam PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Baca Juga :  Pj Bupati Bener Meriah Terima Penghargaan di Tingkat Nasional

Menurutnya, PP tersebut mencabut 6 (enam) PP terdahulu terkait kehutanan, salah satunya adalah PP No. 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Lebih lanjut menurutnya, Selain mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi keenam PP terkait kehutanan tersebut, PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan tersebut juga telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku beberapa pasal dari 2 (dua) PP terdahulu terkait kehutanan yaitu PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Pasal 2, 3, 6, 7, 8, 10, 14, 19, 24, 26, 28, 29,30, 34, 36, dan 41) dan PP No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara (Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (6) ).

Kurniawan juga menegaskan bahwasanya Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN selain menjadikan PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan tersebut sebagai pedoman dalam proses legalitas pengalihan hutan, kiranya juga terikat dan wajib memperhatikan serta mempedomani berbagai peraturan pelaksana dari keenam PP terdahulu yang telah dicabut tersebut, termasuk juga berbagai peraturan pelaksana dari kedua PP terdahulu (sebagaimana disebut di atas) yang sejumlah pasalnya telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh PP No. 23 Tahun 2021 tersebut”.

“Adapun berbagai peraturan pelaksana” tersebut wajib dipedomani sepanjang tidak bertentangan dengan PP No. 23 Tahun 2021 tersebut sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 300 PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan tersebut”, tegasnya.

lebih lanjut Kurniawan berpandangan bahwasanya Selain memperhatikan aspek prosedur legalitas sebagaimana yang diatur dalam PP No. 23 Tahun 2021 tersebut, juga meminta Pemerintah melalui Kementerian TAR/BPN agar dalam mengadakan lahan seluas 22.000 Ha tersebut kiranya harus memperhatikan aspek ekologis dengan perhitungan secara cermat terkait keberlanjutan/kelestarian kawasan hutan paska pengalihan status kawasan hutan serta distribusi lahan tersebut kepada para mantan kombatan GAM.

Baca Juga :  Satgas SIRI Kejaksaan Agung RI Berhasil Mengamankan (DP0) Tindak Pidana Korupsi

“Dengan demikian, kebijakan pengalihan kawasan hutan yang akan diambil oleh Pemerintah tidak semata memperhatikan pemenuhan kebutuhan masyarakat di masa kini (khususnya dalam hal ini para mantan kombatan GAM sebagai wujud komitman dari implementasi MoU dan UU Pemerintahan Aceh), namun juga secara bersamaan dengan tanpa mengurangi potensi kemampuan hutan dalam memenuhi kebutuhan generasi di masa mendatang,” tegas Kurniawan.

Menurutnya, Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pengalihan kawasan hutan dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan ekologis adalah dengan membuka lahan seluas 22.000 Ha tersebut tidak dilakukan pada satu titik (melainkan disebar ke sejumlah titik strategis), sehingga tidak memotong jalur satwa (khususnya satwa liar besar seperti harimau dan gajah liar sumatera). Dengan demikian dapat menghindari potensi terjadinya masalah di masa mendatang terkait konflik manusia dengan satwa liar sebagaimana yang marak terjadi di Aceh dalam dalam sekitar 10 tahun terakhir.

Adapun khusus untuk para kombatan GAM sebagai penerima manfaat atas kebijakan Pemerintah terkait pengadaan lahan tersebut, kiranya Pemerintah memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

1). Melakukan inventarisasi dan investigasi terhadap nama-nama para mantan kombatan GAM yang diusul sebagai calon penerima manfaat. Perlu dipastikan agar nama-nama para calon penerima manfaat tersebut benar-benar merupakan mantan Kombatan GAM di masa konflik. Artinya bahwa sebelum ditandatanganinya MoU tahun 2005 benar-benar mereka yang diusulkan sebagai kombatan.

Hal ini dikarenakan, saat ini di Aceh banyak yang di masa konflik bukan kombatan GAM namun mengklaim diri sebagai kombatan GAM.

Dengan demikian, para mantan kombatan GAM kiranya saat ini berusia sekitar miminal berusia 40 tahun. Dengan kata lain, di masa konflik yang bersangkutan berumur paling minimal 18 tahun (di masa remaja muda) sudah mengangkat senjata. Bilamana ditarik 19 tahun ke belakang dari saat ini tahun 2024 sampai dengan ditanda-tanganinya MoU di tahun 2005, maka di masa konflik (tahun 2005 ke bawah) mereka berusia paling muda sekitar 18 tahun.

Baca Juga :  Komisi VI DPR - RI Setuju Penambahan Anggaran BPKS Senilai Rp 89,4 Miliar

2). Pengadaan lahan bagi para mantan kombatan GAM kiranya harus diprioritaskan bagi para janda maupun anak-anak mantan kombatan GAM yang telah meninggal baik di masa konflik maupun paska konflik (sebelum MoU Tahun 2005). Dengan demikian, lahan yang akan distribusikan oleh Pemerintah tersebut dapat menjadi penyokong serta bekal untuk keberlanjutan pemenuhan kebutuhan ekonomi para janda mantan kombatan GAM serta keberlanjutan masa depan pendidikan anak-anak para mantan kombatan GAM yang telah meninggal baik di masa konflik maun paska konflik.

Selain itu, Kurniawan juga menegaskan bahwasanya paska didistribusikannya lahan berupa kawasan hutan tersebut, guna menghindari penelantaran lahan yang telah distribusikan, kiranya Pemerintah harus mengambil tiga langkah kebijakan lanjutan, yaitu :

1). Pemerintah melalui kementerian terkait perlu menfasilitasi pembukaan lahan sehingga siap digunakan untuk peruntukan pertanian dan/atau perkebunan. Langkah ini merupakan suatu keniscayaan untuk dilakukan, mengingat bilamana tidak diikuti dengan kebijakan pembukaan lahan oleh Pemerintah, lahan tersebut akan tetap sebagai kawasan hutan karena terdapat sebagian besar para mantan kombatan maupun para janda dan anak-anak mantan kombatan GAM yang telah meninggal tidak memiliki kemampuan finansial untuk membuka lahan. Akibatnya lahan yang telah dibagikan tersebut berpotensi untuk dijual dan dialihkan kepada orang lain.

2). Pemerintah melalui kementerian terkait kiranya perlu mengeluarkan kebijakan lanjutan berupa pengadaan bibit/benih yang diperlukan serta pelatihan/penyuluhan terkait pertanian/perkebunan yang akan digeluti oleh para calon penerima manfaat.

3). Paska dilakukan distribusi lahan tersebut, kiranya harus diikuti dengan kebijakan pengawasan lanjutan oleh Pemerintah guna menghindari terjadinya salah objek penerima manfaat serta penyalahgunaan dalam pemanfaatan lahan seperti dijual kembali lahan dimaksud dan lainnya.

Editor: Redaksi

Share :

Baca Juga

Nasional

Polri Turunkan Pasukan Berkuda Amankan World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional

Seluruh Kantor Imigrasi Di Indonesia Sudah Bisa Melayani Pembuatan E-Paspor

Nasional

Hasil Akhir Pelaksanaan Seleksi Calon Anggota Komisi Kepolisian Nasional  

Nasional

Haji Uma Sesalkan Konser Bhayangkara Fest 2024 yang Bertepatan 1 Muharram

Nasional

Tinjau Kalikangkung, Kapolri Sebut Ada 3 Hal Prioritas Kesiapan Mudik

Hukrim

Terkait Suap dan Gratifikasi, Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Oknum Hakim dan Satu Pengacara

Nasional

Empat pegawai DJBC diperiksa Kejagung RI Terkait Perkara Impor Gula

Nasional

Menko Polhukam : Pentingnya Pengembangan Ekonomi dan Pertahanan di Wilayah Perbatasan

You cannot copy content of this page

error: Content is protected !!