Home / Politik

Senin, 10 Maret 2025 - 16:06 WIB

Laskar Panglima Nanggroe Desak Mualem: Saatnya Aceh Bangkit dari Jerat Mafia Migas

REDAKSI

Sulaiman Manaf. Foto: Dok. Pribadi/NOA.co.id

Sulaiman Manaf. Foto: Dok. Pribadi/NOA.co.id

Banda Aceh – Ketua Umum Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf, menegaskan bahwa Pemerintah Aceh harus mengambil sikap tegas terhadap praktik mafia migas yang telah lama menggerogoti hak-hak daerah.

Ia meminta Gubernur Aceh, Tgk H Muzakir Manaf (Mualem), untuk tidak tinggal diam dan memastikan hak Aceh atas sumber daya alamnya benar-benar terlindungi.

“Aceh memiliki kekhususan dalam pengelolaan sumber daya alam, dan ini bukan sekadar retorika politik. Ada MoU Helsinki, Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), serta Qanun Aceh yang harus ditegakkan. Jika kita tidak bersikap tegas, maka kita hanya akan menjadi penonton di tanah sendiri,” ujar Sulaiman Manaf dalam keterangannya, Senin (09/03/2025).

Sejarah mencatat, industri migas Indonesia, termasuk di Aceh, telah lama menjadi ladang empuk bagi praktik korupsi dan permainan mafia.

Sejak era nasionalisasi minyak pada 1957 hingga skandal Petral di 2015, transparansi di sektor ini masih menjadi utopia.

Terbaru, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 dengan potensi kerugian negara Rp193,7 triliun.

“Bayangkan, angka ratusan triliun itu lebih besar dari APBD Aceh dalam 20 tahun terakhir. Jika dikelola dengan benar, migas bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Aceh, bukan justru menjadi bancakan elite tertentu,” kata Sulaiman.

Ia menegaskan, Aceh sebagai daerah dengan status otonomi khusus harus memastikan bahwa setiap hak yang telah dijamin dalam berbagai regulasi benar-benar diwujudkan.

Baca Juga :  Pendukung dan Simpatisan Mawardi-Yusran Iringi Pendaftaran ke KIP Simeulue

MoU Helsinki dan Hak Aceh atas Migas

Sulaiman Manaf menyoroti bahwa Aceh memiliki dasar hukum kuat dalam pengelolaan sumber daya alamnya.

MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 menegaskan bahwa Aceh berhak atas 70% hasil sumber daya alam di wilayahnya.

“Pasal 1.3.2 MoU Helsinki dengan jelas menyebutkan bahwa Aceh memiliki kewenangan dalam semua sektor publik, kecuali yang secara eksplisit menjadi kewenangan pemerintah pusat. Migas termasuk di dalamnya. Artinya, Aceh seharusnya menjadi pemain utama, bukan sekadar penerima bagian kecil dari industri ini,” ujarnya.

Namun, dalam praktiknya, kewenangan ini sering dihambat oleh kebijakan pusat.

UUPA Nomor 11 Tahun 2006 yang seharusnya memperkuat kewenangan Aceh dalam pengelolaan migas justru kerap mengalami distorsi dalam implementasinya.

“Pasal 160 UUPA menegaskan bahwa Aceh berhak memperoleh bagian dari penerimaan negara atas sumber daya alam di wilayahnya. Sayangnya, aturan ini sering dikebiri dengan berbagai regulasi turunan dari pusat,” tambahnya.

Qanun Aceh dan Langkah Konkret yang Harus Ditempuh

Sulaiman menegaskan bahwa Aceh tidak boleh terus berada di bawah bayang-bayang Jakarta dalam pengelolaan migasnya. Ia meminta Gubernur Aceh, Tgk H Muzakir Manaf, untuk segera mengambil langkah-langkah strategis sebagai berikut:

• Memperkuat Qanun Aceh tentang Pengelolaan Migas

Baca Juga :  Laskar Panglima Nanggroe: Kesederhanaan dan Jiwa Besar Mualem yang Kerap disalahpahami

Saat ini, Aceh telah memiliki Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi. Namun, implementasi qanun ini masih lemah.

“Qanun ini harus diperkuat dengan peraturan turunan yang lebih tegas, termasuk sanksi bagi perusahaan migas yang tidak melibatkan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) secara penuh,” tegasnya.

• Mendesak Pemerintah Pusat untuk Mematuhi UUPA

Pemerintah Aceh harus bersikap lebih tegas dalam menagih hak-haknya kepada pemerintah pusat.

“Aceh tidak boleh tunduk pada kebijakan pusat yang merugikan. Kita harus berani menuntut 70% hasil migas seperti yang dijanjikan dalam MoU Helsinki,” ujar Sulaiman.

• Transparansi dan Audit terhadap Perusahaan Migas di Aceh

Sulaiman meminta agar Pemerintah Aceh bekerja sama dengan BPK dan KPK untuk mengaudit seluruh perusahaan migas yang beroperasi di Aceh.

“Harus ada keterbukaan dalam kontrak dan aliran dana. Jika ada indikasi permainan mafia, kita harus segera bertindak,” tegasnya.

• Memperkuat BPMA sebagai Lembaga Independen

BPMA harus benar-benar diberdayakan sebagai regulator utama dalam sektor migas Aceh.

“Jangan sampai BPMA hanya menjadi perpanjangan tangan pusat. Gubernur harus memastikan bahwa BPMA memiliki kewenangan penuh, sesuai dengan amanat UUPA,” katanya.

• Melibatkan Masyarakat dalam Pengawasan

Sulaiman mengusulkan pembentukan Aceh Oil Watch, sebuah lembaga independen yang terdiri dari akademisi, aktivis, dan masyarakat sipil untuk mengawasi pengelolaan migas di Aceh.

Baca Juga :  Safaruddin Mendaftar sebagai Calon Bupati Abdya Melalui Partai Aceh

“Kita butuh pengawasan dari rakyat. Jika hanya pemerintah dan elite politik yang mengontrol, kita akan kembali ke pola lama yang penuh manipulasi,” katanya.

Aceh Tidak Boleh Menjadi Penonton di Tanah Sendiri

Sulaiman menegaskan bahwa sudah saatnya Aceh berdiri di atas kakinya sendiri dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Jika kita hanya bergantung pada dana otonomi khusus (Otsus) yang akan habis pada 2027, maka Aceh akan kehilangan momentum emas untuk menjadi daerah yang mandiri secara ekonomi,” tegasnya.

Ia pun meminta Mualem untuk menjadikan isu ini sebagai prioritas utama dalam kepemimpinannya.

“Jika kita tidak mengambil langkah serius sekarang, anak cucu kita yang akan menanggung akibatnya. Aceh harus kembali berdaulat atas sumber daya alamnya,” pungkasnya.

Kasus korupsi migas yang terus berulang menunjukkan bahwa tata kelola energi di Indonesia masih jauh dari kata bersih.

Aceh, dengan kekhususannya, memiliki peluang untuk melakukan reformasi yang lebih baik.

Namun, tanpa ketegasan dari pemerintah daerah, hak Aceh akan terus tergerus oleh kepentingan oligarki dan mafia migas.

Kini, bola ada di tangan Mualem. Akankah ia berani menghadapi mafia migas dan menegakkan hak Aceh, atau justru memilih jalan kompromi yang telah terbukti merugikan rakyat?

Editor: Redaksi

Share :

Baca Juga

Daerah

Bakal Calon Bupati Aceh Singkil 2024-2029, Dulmusrid Masih Menunggu Rekomendasi Partai

Politik

Alhudri Maju di Pilkada Aceh Tengah

Politik

Tim Pemenangan Mualem-Dek Fad Terbentuk

Politik

Dua Tokoh Ini Komit Lakukan Perubahan untuk Aceh

Politik

DPP PAN Rekomendasi Aminullah Sebagai Balon Walikota Banda Aceh

Politik

Survei Indomatrik, Sosok Nazar Berpotensi Menangkan Pilkada 2024

Daerah

HIMAPAS Dukung Penunjukan Desra sebagai ketua DPRK Aceh Singkil oleh DPP Nasdem

Politik

Silaturahmi dengan Akademisi, Bupati Aceh Besar Terpilih Paparkan Visi Perubahan