Pagi itu di kelas autis, aku sempat menahan tawa sambil terkagum-kagum pada seorang murid yang bertanya menggunakan imajinasinya pada Bu Risna, guru SLB Negeri Al Fansury Singkil. Rada nyinyir.
Begitulah tipikal murid pintar, hasrat ingin tahunya besar.
“Apa uangnya cukup beli, sepeda motor, bu ? ” tanya si murid. Ketika itu, Bu Risna lagi menjelaskan materi Uang di kelasnya.
Beberapa harga mata uang hasil scaning tersusun rapi di meja belajar. Mulai dari harga Rp.2.000,-hingga Rp.100.000,-
“Uang ini tidak bisa di pakai untuk beli barang. Ini uang mainan,” jelas bu Risna.
“Kalau beli mobil cold diesel, cukup uangnya, bu ?”
“Seratus ribu tidak cukup. Harga mobil ratusan juta,” jelas bu Risna dengan sabar.
“Kalau Fajero Sport, bisa ya.” Pertanyaan beruntun terarah ke Ibu Risna.
“Oh, barangkali mobil Fortune bisa ya, Bu,” tambahnya.
Aku yang mendampingi, Bu Risna mengangguk-angguk dengan bobot pertanyaan murid ini. Rada nyinyir, sih.
Tapi begitulah anak-anak. Sudah dijelaskan harga mobil jutaan, tapi ingin beli juga dengan harga ratusan ribu rupiah.
Anggukan saya, bukan masalah harga. Tapi bobot pertanyaannya, ia bisa tahu bermacam merek mobil.
Saya lupa menanyakan dari mana ia tahu nama jenis mobil itu. Apakah orang tuanya punya mobil, pemilik bengkel atau ayah atau saudaranya barangkali sebagai pembalap.
Benarlah, bahwa murid sudah punya pengetahuan awal. Murid bukan gelas kosong atau tanaman yang selalu diguyur dengan air. Guru seharusnya bisa menggali pengetahuan itu.
Penulis : Kas Pani