Jakarta – Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Waliyul ‘Ahdi H. Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, melakukan kunjungan kerja ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, Selasa 23 Juli 2024, di Jakarta.
Kunjungan tersebut salahsatunya dalam rangka membahas penguatan keberadaan Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah kabupaten/kota se-Aceh.
Kedatangan Wali Nanggroe dan Mualem disambut langsung oleh Ketua Mahkamah Agung Yang Mulia Prof. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, SH MH, didampingi Wakil Ketua Bidang Yudisial Prof. Dr. H. Sunarto SH MH, Wakil Ketua Bidang Non Yudisial Suharto SH M.Hum, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Drs. Muchlis, SH MH, Kepala Biro Perencanaan Badan Urusan Administrasi H. Sahwan SH MH, dan Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Ditjen Badilag Dr. Candra Boy Seroza, S.Ag M.Ag
Sementara Wali Nanggroe juga turut didamping Staf Khusus Dr. M. Raviq, Ketua Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Dr. Hj. Sakwanah, S.Ag., S.H., M.H, Ketua Mahkamah Syar’iyah Sabang Yusnardi, SHI MH dan Ketua Mahkamah Syar’iyah Bireuen M. Syauqi, SHI SH MH
Ada banyak hal yang dibincangkan pada pertemuan yang berlangsung selama hampir dua jam tersebut
“Mahkamah Syar’iyah merupakan salah satu lembaga yang termasuk dalam poin MoU Helsinki,” kata Wali Nanggroe pada pertemuan itu.
Ia meminta agar pemerintahan baru yang akan datang dapat memperhatikan keberadaan Mahkamah Syar’iyah sebagai lembaga kekhususan yang dimiliki Aceh.
Wali Nanggroe juga menyampaikan bahwa salah satu fungsi Mahkamah Syar’iyah adalah untuk mengawal berjalannya syariat Islam di Aceh.
Sementara itu, Mualem mengatakan bahwa keberadaan Mahkamah Syar’iyah di Aceh menjadi salah satu fokus perhatian penting bagi dirinya selama ini, dan akan terus dikawal serta ditindaklanjuti dengan berbagai kebijakan ke depannya.
Menanggapi kunjungan delegasi dari Aceh, Ketua Mahkamah Agung menyampaikan apresiasi dan terimakasih.
“Suatu kehormatan bagi saya pada hari ini,” kata Prof. Dr. H. Muhammad Syarifuddin.
Di kesempatan itu ia menyampaikan berbagai kesan dan pengalamannya ketika selama 10 tahun bertugas di Aceh, yaitu di Kota Banda Aceh dan Aceh Tenggara.
Editor: Redaksi