NOA | Aceh Tenggara – Aliansi Sepuluh Pemuda menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Aceh Tenggara, pada Kamis (6/4/2023).
Dalam aksi itu, Pj Bupati Aceh Tenggara, Syakir diminta mundur dari jabatannya, karena dinilai tak mampu menyelesaikan sejumlah persoalan secara konkrit di Kabupaten tersebut.
“Kami minta Pj Bupati Syakir mundur secara terhormat, jika tidak bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul saat ini,” kata Koordinator Aksi, Dahrinsyah saat menyampaikan orasinya di depan Kantor Bupati setempat.
Dahrinsyah menambahkan, selama kepemimpinan Pj Bupati Syakir, belum melakukan langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul saat ini. Ia juga meminta agar orang nomor satu di Aceh Tenggara tersebut, agar terbuka kepada masyarakat atas persoalan di masa kepemimpinannya.
“Salah satunya, seringnya terlambat pembayaran kewajiban pada dinas, termasuk belum dibayarkannya proyek fisik tahun 2022,” tegas Dahrinsyah.
Selain itu, massa juga minta Pj Bupati segera menyelesaikan persoalan pupuk bersubsidi secara integral dengan melibatkan stakeholder yang ada. Kemudian, secara gamblang mengumumkan di instansi-instansi mana saja terjadi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami minta agar segera dibentuk tim independen yang melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH), dan melakukan audit investigasi terhadap instansi-instansi tersebut,” ujarnya.
Menanggapi aksi tersebut, Pj Bupati Syakir memastikan pihaknya akan menyelesaikan pembayaran kewajiban yang menjadi utang kegiatan pada tahun 2022.
“Kita menunggu disahkan peraturan bupati (Perbup), yang saat ini sudah diajukan ke gubernur untuk dilakukan evaluasi,” katanya.
Menurut Syakir, kondisi yang terjadi saat ini lebih diakibatkan oleh diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.07/2022 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya Tahun Anggaran 2023.
Sehingga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tenggara, harus melakukan penyesuaian terhadap postur belanja.
“Akibat pemberlakuan PMK 212, Dana Alokasi Umum (DAU) yang biasa setiap bulannya diterima sebesar Rp46 miliar berubah menjadi hanya Rp31 miliar. Hal ini yang menjadi penyebab Pemkab Aceh Tenggara kewalahan dalam memenuhi kewajiban utang-utang pada 2022,” paparnya.
Syakir juga merincikan, terhitung sejak Februari 2023 Pemkab Aceh Tenggara telah mengikuti PMK 212, sebab jika tidak justru akan kehilangan dana sebesar Rp178 miliar.
Ia menjelaskan, tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK), telah melakukan pembahasan, guna mencari solusi menghindari risiko yang dapat terjadi akibat pengurangan DAU.
Salah satu caranya adalah dengan mengubah seluruh komponen belanja. Namun konsekuensinya seluruh dinas harus melakukan efisiensi terhadap belanja dengan rata-rata pengurangan anggaran sebesar 40 hingga 70 persen, jelasnya.
Syakir mengakui kesulitan pembayaran kewajiban utang kegiatan 2022 terjadi akibat defisit anggaran selama ini di Aceh Tenggara.
Saat ini defisit telah berhasil dikurangi. Dari yang sebelumnya puluhan miliar rupiah, menjadi sekitar Rp8,4 miliar pada APBK murni 2023.
Tentunya ini lebih kecil bila dibandingkan defisit yang diperkenankan sesuai dengan peraturan pemerintah.
Editor: Selian