NOA I Banda Aceh – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menunda pembahasan terkait perampasan empat pulau di Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, diklaim masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Khairil mengatakan, penundaan pembahasan itu diakibatkan, kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA), Azhari tak Berhadir. Namun, pada saat pembahasan itu hanya dihadiri Kepala Bagian (Kabig) aset.
“Karena kepala tidak hadir, ya terpaksa kita tunda. Pembahasan akan dijadwalkan ulang,” kata Ketua Komisi III DPR Aceh, Khairil Syahrial diruang Banggar Gedung DPRA, Kamis (03/06/2022).
Khairil menuturkan, bahwa pembahasan empat pulau yang dirampas atau diklaim tersebut masuk ke wilayah Provinsi Sumatera Utara. Namun, untuk membuktikan apakah masuk ke Aceh atau ke wilayah lain, tentu legeslatif membutuhkan data yang akurat serta alat bukti sebagai penguatan dipengadilan.
“Langkah Kami lakukan ini untuk menyelamatkan aset-aset. Tentu dalam hal ini dewan tak main-main,” ungkapnya.
Menurut Khairil, penyelamatan empat pulau itu sebagai aset Aceh, yang sangat berharga. Apalagi, letak keberadaan pulau itu berbatasan dengan Nias.
“Data – data saat ini sedang kita kumpulkan. Bahkan pihak ahli waris pulau itu, telah ditemui untuk meminta kejelasan, termasuk surat-surat yang dimiliki oleh ahli waris,” tegas Khairil.
Disela-sela rapat itu, Badan Pertanahan Aceh (BPA) Sunawardi menjelaskan, pihak BPA dan Pemerintah Aceh telah menurunkan tim ke daerah empat Pulau itu.
Bahkan hasil laporan sementara banyak bukti-bukti ditemukan, seperti adanya tembok yang ditulis milik Pemerintah Aceh.
“Tim sedang berkerja di lapangan,” jelasnya.
Menurut keterangan warga, kata Sunawardi, banyak nelayan daerah seputaran empat pulau itu mengikuti adat Aceh, seperti hari Jumat, nelayan daerah itu tidak melaut.
“Menunjukkan bahwa empat pulau itu masuk ke wilayah Aceh,” ungkapnya.
Seperti yang diberitakan Suara.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Dalam Kepmen tersebut ditetapkan status wilayah administrasi Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut).
Menurut keterangan pers Kemendagri, penetapan status wilayah administrasi 4 pulau tersebut telah melalui berbagai proses, mulai dari langkah verifikasi hingga konfirmasi kepada pemerintah setempat.
Semisal ketika Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri dari Kemendagri, KKP, Dishidros TNI AL, Bakosurtanal (sekarang Badan Informasi Geospasial), Pakar Toponimi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, serta Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumut melakukan verifikasi dan membakukan sebanyak 213 pulau di daerah tersebut. Itu dilakukan di Medan sejak 14 hingga 16 Mei 2008.
“Jumlah itu termasuk mencakup 4 pulau, yakni terdiri dari Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang,” demikian yang tertuang dalam keterangan pers Kemendagri, Senin (23/5/2022).
Hasil verifikasi tersebut lantas mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Sumut melalui surat Nomor 125/8199 yang ditandatangani pada 23 Oktober 2009.
Surat itu menyampaikan bahwa Provinsi Sumut terdiri dari 213 pulau, termasuk Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Jumlah itu termasuk mencakup 4 pulau, yakni terdiri dari Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Hasil verifikasi tersebut lantas mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Sumut melalui surat Nomor 125/8199 yang ditandatangani pada 23 Oktober 2009.
Surat itu menyampaikan bahwa Provinsi Sumut terdiri dari 213 pulau, termasuk Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang
Selanjutnya, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi serta Pemprov Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Aceh telah memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di daerah tersebut pada 20 hingga 22 November 2008 di Banda Aceh.
Dalam jumlah itu tidak memuat Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Hasil verifikasi tersebut, kemudian mendapat konfirmasi dari Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/63033 pada 4 November 2009, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 Pulau.
Aceh minta 4 Pulau tersebut masuk ke Wilayahnya
Namun, pada 15 November 2017, Gubernur Aceh menyampaikan surat Nomor 136/40430 perihal Penegasan 4 Pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.
Gubernur Aceh sempat menyampaikan bahwa berdasarkan peta topografi TNI AD 1978, keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh. Gubernur meminta agar Mendagri Tito menegaskan kepada Gubernur Sumut bahwa keempat pulau tersebut merupakan wilayah Aceh, sehingga perlu dikeluarkan dari Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sumut.
Pada surat tersebut, Pemprov Aceh menyertakan surat Nomor 125/63033 tertanggal 4 November 2009 yang memuat koordinat atas 4 pulau dimaksud.
Kemudian pada 30 November 2017 dilakukan analisa spasial dengan menggunakan ArcGIS versi 10 terhadap koordinat 4 pulau tersebut.
Analisis dilakukan dengan menggunakan data pulau hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi Tahun 2008, hasil konfirmasi Gubernur Aceh (Surat Nomor 125/63033 tanggal 4 November 2009) dan konfirmasi Gubernur Sumut (Surat Nomor 125/576 Tanggal 27 Januari 2010). Hasil konfirmasi itu menyatakan, keempat pulau itu sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut.
Adapun rapat tersebut menyepakati beberapa hal. Pertama, menetapkan status Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut.
Kedua, peta topografi tahun 1978 dan peta RBI bukan referensi resmi mengenai garis batas administrasi nasional maupun internasional. Ketiga, RZWP3K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pemerintah provinsi, serta bukan merupakan pedoman penetapan wilayah administrasi pulau.
Berita acara hasil rapat tersebut telah disampaikan kepada Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/8177/BAK pada 8 Desember 2017, perihal tanggapan atas surat Gubernur Aceh. Selain itu, hasil rapat juga disampaikan kepada Gubernur Sumut melalui surat Nomor 136/046/BAK tertanggal 4 Januari 2018.
Namun, Pemprov Aceh masih mengklaim kepemilikan atas keempat pulau tersebut, dan memohon adanya revisi koordinat atas pulau yang dimaksud. Permohonan itu dilayangkan melalui sejumlah surat.
Menanggapi itu, Ditjen Bina Adwil Kemendagri menggelar sejumlah rapat pembahasan terkait permasalahan status wilayah keempat pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut.
Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Kemenkomarves, KKP, Pushidrosal, BIG, LAPAN, Direktorat Topografi TNI AD, dan Ditjen Bina Bangda. Pada kesempatan lain, rapat melibatkan KKP, Pushidrosal, BIG, ORPA- BRIN, dan Biro Hukum Kemendagri.
Dari sejumlah rapat tersebut menghasilkan kesepakatan, yang tetap menetapkan keempat pulau itu berada di wilayah administrasi Provinsi Sumut.
Sementara itu, untuk menjawab beberapa aspirasi, Ditjen Bina Adwil telah meminta kepada Pemda Aceh dan Sumut serta Tim Rupabumi yang terdiri dari BIG, KKP, Dishidros TNI AL, dan pihak terkait lainnya untuk melihat kondisi lapangan pulau-pulau yang dimaksud.
“Langkah ini dilakukan agar mendapat keterangan lebih jelas untuk dipaparkan lebih lanjut. Adapun tim tersebut diminta berangkat melakukan peninjauan pada minggu ini,” pungkasnya. (Red)