Menanggapi hal itu, Direjn Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menilai bahwa rencana yang mewajibkan semua perusahaan sawit berkantor pusat di Indonesia akan membuka peluang mendapatkan nilai tambah dari industri sawit.
Baca Juga: Petani Geram Perusahaan Beli Sawit dengan Harga Semaunya
Putu juga menerangkan pentingnya pendataan menyeluruh untuk mengetahui neraca persawitan di Indonesia. Termasuk mewajibkan perusahaan berkantor pusat di Indonesia.
“Pertambahan nilai tambah bisa kita dapat lebih banyak. Kalau headquarter-nya di sini kan akan beda. Ya tentu akan bertambah nilainya,” kata Putu di Jakarta, Senin (30/5/2022).
Sambung Putu menjelaskan, sebagai gambaran pada tahun 2021, Indonesia mendapat Rp86 triliun dari levi atau pungutan ekspor sawit. Sementara dari pajak-pajaknya sekitar Rp20-an triliun.
“Lebih Rp100 triliun. Ya tentu akan bertambah kalau kantor pusat diwajibkan di Indonesia. Kalau kita bisa dapat neracanya dan juga kalau perusahaannya di Indonesia, pajaknya kita dapat,” lanjut dia.
Baca Juga: Terungkap! 16 Juta Orang Menggantungkan Hidupnya dari Industri Sawit
Lebih lanjut, Putu menjelaskan, ekonomi dalam persawitan sangatlah besar. Setidaknya Rp750 triliun dari sektor kelapa sawit sudah didapatkan. Dan sekitar Rp500 triliun dari nilai ekonomi tersebut dihasilkan dari ekspor minyak sawit dan turunannya.
“Bisa dibilang kita adalah net eksportir minyak nabati dan turunan CPO. Kalau sudah demikian potensinya, pendataan mesti kita benar-benar lakukan. Mulai dari hulu di kebun hingga pengolahan CPO, RBDP olein, dan RBDP oil. Juga biofuel, oleochemical, hingga oleofood,” tandasnya.
Lihat Juga: Dekati Jerman, RI Buka Peluang Kerja Sama Hilirisasi Sawit