Baca Juga: Memburu Aset Negara
Hal itu terdiri dari tanah belum bersertifikat hingga 23.737 bidang dan penggantian nama atas tanah bersertifikat belum sesuai ketentuan (BBSK) sebanyak 8.899 bidang.
Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara , Tri Wahyuningsih Retno Mulyani dalam keterangan resminya pada Jumat (8/4/2022) mengatakan, bahwa pensertifikatan BMN berupa tanah dilakukan sebagai upaya tertib administrasi dan untuk memberikan kepastian hukum.
Selain itu, sertifikasi juga bertujuan untuk mengamankan aset sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada pemegang Hak Atas Tanah, sehingga BMN tersebut dapat secara optimal dimanfaatkan fungsinya untuk kepentingan pelaksanaan tugas pemerintahan dan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Kesuksesan program percepatan sertipikasi BMN berupa tanah sangat perlu dukungan dari tiga pihak yaitu Kementerian Keuangan dalam mengalokasikan anggaran yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pensertipikatan BMN berupa tanah, Kementerian/Lembaga mengajukan tanah yang akan diajukan dalam program percepatan sertipikasi dan Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan pensertipikatan BMN berupa tanah,” terang Ani.
Baca Juga: Demi Pemasukan, Jangan Biarkan Aset-Aset Negara Menganggur
Sebagai informasi, pemerintah bertanggung jawab melakukan inventarisasi dan identifikasi seluruh BMN, termasuk BMN berupa tanah. Setelah dilakukan inventarisasi dan identifikasi, BMN berupa tanah wajib dilakukan sertifikasi sebagaimana amanat pasal 49 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa seluruh Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.