NOA | Aceh Selatan – Rumah Perdamaian (Restorative Justice) Kabupaten Aceh Selatan yang berlokasi di Gampong Batu Itam Kecamatan Tapaktuan, Kamis (07/04) diresmikan Kajati Aceh Bambang Bachtiar, SH, MH.
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan kerjasama Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dengan Kejaksaan dalam program Rumah Perdamaian yang berlokasi di eks Bangunan UPTD Dinas Pendidikan tersebut.
Bupati Aceh Selatan, Tgk. Amran dalam sambutannya sangat mendukung keberadaan Rumah Perdamaian ini, hal tersebut juga disampaikan Keuchik dan perangkat Gampong Batu Itam, dengan hadirnya Rumah Perdamaian dapat mengubah paradigma masyarakat, bahwasanya tidak semua perkara harus diselesaikan dengan proses peradilan, tetapi bisa diselesaikan dengan proses perdamaian, sehingga tidak terjadi hal-hal yang memutus tali silaturahmi.
Restorative justice yang dikembangkan oleh Kejaksaan Agung adalah upaya penyelesaian perkara atau peradilan yang mengutamakan mediasi antara pelaku dengan korban.
“Tentunya dengan melibatkan semua pihak, dan tidak lupa menyertakan tokoh masyarakat atau tokoh agama,” ungkap beliau.
Hal itu, sambung Tgk Amran lagi, dikarenakan Keadilan Restoratif menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara, dimana konsep keadilan Restorative ini ditujukan untuk memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat.
Senada dengan ungkapan Kajati, Restorative Justice jangan disalah artikan bahwa dapat mentolerir tindakan pidana atau perbuatan melawan hukum, ucap Bupati Tgk Amran.
Sementara itu, Kajati Aceh Bambang Bachtiar, SH, MH, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Rumah Perdamaian di Kabupaten Aceh Selatan merupakan rumah ke 10 yang beliau resmikan, dikarenakan substansi hukum itu sendiri guna mencari keadilan, manfaat hukum, bagaimana kepastian hukum,” ujar Kajati.
Beliau bukan hanya meresmikan rumah perdamaian tersebut, namun juga senantiasa memantau perkembangan Rumah Perdamaian ini yang nyata dapat memberi manfaat kepada masyarakat, serta akan mengevaluasinya secara berkala.
Dengan keberadaan Rumah Perdamaian ini mengutamakan kearifan lokal, hukum adat dengan tidak mengesampingkan hukum nasional. Namun masyarakat jangan menganggap atau mengartikan pembenaran pelaku pidana, ada syarat dan kriteria yang harus terpenuhi seperti bukan residivis, pemula, ancaman hukuman maksimal di bawah 5 tahun serta adanya surat perdamaian kedua belah pihak yang berperkara.
“Kehadiran Rumah Perdamaian ini bukan dalam arti sempit hanya persoalan Pidana dan Perdana, namun juga masalah kemasyarakatan,” jelas Kajati Aceh, Bambang Bachtiar dalam kata sambutannya.
Acara tersebut turut berhadir, unsur Forkopimda, Kajari beserta jajaran, Kepala SKPK, Camat Tapaktuan, para Keuchik, tokoh agama, tokoh masyarakat serta undangan lainnya. (RED)