NOA | Jakarta – Ketua Pengurus Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPAS) Aceh – Jakarta Nazarullah menegaskan, kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki jangan sampai meninggalkan “warisan” buruk terhadap Aceh.
Salah satunya “mengadaikan” Aceh kepada Jakarta serta dunia internasional dengan dalih meningkatkan kesejahteraan, bermotif menjaring investasi.
Penegasan ini disampaikan Nazarullah kepada media ini, Minggu sore, 16 Oktober 2022 melalui telpon seluler, terkait 100 Hari Kinerja Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki dalam memimpin Bumi Serambi Mekah.
Menurut Nazarullah, sebagai kawasan terbuka dan bagian dari NKRI, Aceh memang selalu menerima siapa pun untuk memimpin dengan tangan terbuka.
Begitupun, jangan sampai kerendahan hati rakyat Aceh justeru ternodai dengan pola kemimpinan yang “hipokrit”. “Lain yang diucap dan beda pula dengan yang dilaksanakan,” tegas dia.
Diakui Nazarullah, bulan pertama Achmad Marzuki memimpin Aceh memang tersiar kabar melalui media pers cetak dan online bahwa dia memiliki niat baik untuk membangun Aceh.
Ini ditandai dengan berbagai terobosan di Jakarta bersama sejumlah kepala dinas terkait. Intinya, melobi sejumlah kementerian untuk peningkatan anggaran bagi pembangunan di Aceh.
Karena itu, walau pun pihaknya sempat menolak Pj Gubernur Aceh dari purnawirawan militer, tapi tetap menaruh harapan besar bagi kepemimpinan Achmad Marzuki sebagai antitesis dari kepemimpinan Nova Iriansyah.
Tak hanya itu, Achmad Marzuki juga mengaku ikhlas membangun Aceh, karena secara ekonomi dia sudah selesai dengan dirinya sendiri. Bahkan, sempat beredar kabar, memiliki pesawat pribadi.
“Hanya saja, setelah tiga bulan berjalan, kami melihat Achmad Marzuki baru melakukan eksekusi administrasi seperti; penerbitan SK PB PON Aceh-Sumut serta mengantikan Sekda Aceh. Selebihnya masih sebatas wacana dan lobi,” ucap dia.
Terkait masalah investasi yang digadang Achmad Marzuki, Ketua IMPAS ini menilai, “Kita tetap mengharga berbagai upaya tersebut, tapi tetap saja harus sadar dan realistis bahwa untuk menarik investor ke Aceh tidaklah mudah, apalagi dilandasi dengan niat untuk memperkaya diri, keluarga serta para relasi alias orang dekat,” sebut dia.
Nazarullah mengakui, dari sejumlah informasi yang mereka terima dan memantau melalui media sosial, berbagai kritik mulai diarahkan kepada Achmad Marzuki oleh sejumlah masyarakat sipil di Tanah Rencong.
“Kami juga membangun komunikasi dengan sejumlah pejabat Aceh. Mereka mengaku mulai gelisah dengan gaya kemimpinan AM dan orang di sekitarnya, yang mulai menghembuskan adanya mutasi pejabat paling lambat awal tahun depan,” ungkap dia.
Sebelumnya, IMPAS menggelar diskusi virtual online webinar series bertajuk “Seratus Hari Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki Bisa Apa?, Jum’at malam (14/10/2022) melalui medium daring dan luring.
Kegiatan ini merupakan bentuk dan check and balance IMPAS terhadap berbagai kinerja Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.
Kegiatan itu menghadirkan beberapa pembicara seperti Tgk Muhammad Yusuf (Tokoh Ulama Aceh), Prof Dr. Samsul Rizal (Ketua ICMI Aceh), Fachrul Razi (DPD RI asal Aceh), M. Rizal Fahlevi (anggota DPR Aceh), Muhammad Saleh (Ketua Forum Jurnalis Aceh) dan Usman Lamreung, (Akademisi Aceh).
“Giat semacam ini merupakan bagian dari tugas dan fungsi IMPAS sebagai agent of control demi terwujudnya kemajuan perkembangan sistem Demokrasi di Indonesia,” jelas Nazarullah.
“Kami mengkritik bukan berarti membenci, melainkan bukti atas alasan bahwa kita sangat mencintai Aceh. Saya berharap semoga giat semacam ini akan menjadi tradisi khususnya mahasiswa Aceh baik di daerah maupun luar daerah dalam memberikan sumbangsih, peran, dan fungsi untuk membantu pembangunan Aceh lebih baik,” kata Nazarullah.
Itu sebabnya sebut Nazarullah, IMPAS Jakarta terus memantau kepemimpinan Achmad Marzuki pada satu tahun pertama. “Jika kami menemukan ada yang tidak beres, kami siap meminta kepada Presiden Joko Widodo dan Mendagri untuk menganti Achmad Marzuki,” tegas Nazarullah. **